BAB I
PENDAHULUAN
Mempelajar proses belajar mengajar
hadits merupakan ilmu pengetahuan yang
penting dalan kehidupan kita, karena hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Quran.
Tak dapat dipungkiri,
hadits merupakan salah satu dari sumber hukum islam kedua setelah al qur’an
yang kita gunakan selama ini. Dalam perjalanannya, hadits disusun dan diolah
melalui disiplin ilmu tertentu yang disebut dengan ulumul hadits.
Banyak juga ulama yang
mempelopori dan mengembangkan ilmu ini sebagai acuan dalam menyusun dan
menyempurnakan pengklasifikasian hadits sebagai pedoman hukum umat islam
setelah al qur’an. Salah satunya Al Bukhary yang menyusun kitab riwayat ringkas
para sahabat.
Hadits merupakan ilmu pengetahuan yang
membicarakan cara-cara persambungan hadits sampai kepada Rasulullah SAW., dari segi hal ihwal para perawinya, yang menyangkut kedabitan dan
keadilannya dan dari segi bersambung dan terputusnya sanad dan sebagainya.
Ilmu hadits terbagi dua, yang pertama Ilmu Hadits Riwayah, dan yang kedua Ilmu Hadits Dirayah.
Ilmu Hadits Riwayah ialah Ilmu pengetahuan yang mempelajari hadits-hadits yang di sandarkan kepada Nabi SAW,
baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir,
tabi’at maupun tingkah lakunya.
Ilmu Hadits Dirayah ialah Ilmu pengetahuan yang membahas tentang kaidah-kaidah,
dasar-dasar, peraturan-peraturan, yang dengannya kami dapat membedakan antara
hadits dan Salih yang disandarkan kepada
Rasul SAW dan hadits
yang diragukan penyandarannya kepadanya.
1.1. Rumusan Masalah
Kebanyakan dari kita hanya
mengetahui hadits diriwayatkan, dibaca dan hanya dikaji saja. Namun kita belum
pernah mengetahui sejarah dan apa sajakah ilmu – ilmu hadits itu. Baik
pengertian (definisi), ulama yang mempelopori, sejarah hadits,macam-macam
hadits dan kegunaan serta peran dari ilmu itu sendiri.
Berangkat dari hal tersebut diatas,
semoga dengan makalah yang sederhana ini dapat menambah sedikit pengetahuan
kita tentang pengertian dan sejarah ilmu hadits serta perkembangannya.
1.2. Tujuan Penulisan Makalah
Setiap langkah yang kita
lakukan itu harus ada maksud dan tujuan, jangan sampai kita melakukan suatu
pekerjaan tanpa maksud dan tujuan, karena hal itu hanya akan membuang waktu
kita untuk hal yang tidak berguna, maka dari itu ada beberapa tujuan penulis
menyusun makalahini,diantaranya adalah : Untuk diajukan sbagai salah satu tugas
mata kuliah Hadits, Membuka pemikiran kita untuk lebih mengenal macam
macam Hadits, dan Lebih mendekatkan diri kita kepada allah dan rasul Nya, serta
berpegang teguh kepada as-sunah dan al-hadits.Dan mengamalkannya dalam
kehidupan sehari-hari.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Hadits
Hadits
atau al-hadits menurut bahasa al-jadid yang artinya sesuatu yang baru, lawan
dari al-qadim (lama) yang berarti menunjukkan kepada waktu yang dekat atau
waktu yang singkat. Hadits juga sering disebut dengan al-khabar yang berarti
berita yaitu sesuatu yang dipercakapkkan dan dipindahkan dari seseorang kepada
orang lain, sama maknanya dengan hadits. Sedangkan menurut istilah
(terminologi), para ahli memberikan definisi yang berbeda-beda sesuai dengan
latar belakang disiplin ilmunya.
Menurut
ahli hadits, pengertian hadits ialah segala perkataan Nabi SAW. yang berkaitan
dengan himmah, karakteristik, sejarah kelahiran dan kebiasaan-kebiasaannya.
Sementara para ulama ushul memberikan pengertian hadits adalah segala perkataan
Nabi SAW., perbuatan, dan taqrirnya yang berkaitan dengan hukum syara' dan
ketetapannya.
2.2. Pengertian Ilmu Hadits
Yang
dimaksud ilmu hadits, menurut ulama mutaqaddimin adalah ilmu penge tahuan yang
membicarakan tentang cara-cara persambungan hadits sampai kepada Rasul SAW.
dari segi hal ihwal para perawinya, kedhabitan, keahlian, dan ari sambung
tidaknya sanad, dan sebagainya.
2.3. Sejarah Ilmu Hadits
Orang yang melakukan kajian
secara mendalam mendapati bahwa dasar-dasar dan pokok-pokok penting bagi ilmu
riwayah dan menyampaikan bertita dijumpai didalam Al Quran dan Sunnah Nabi.
Allah Swt berfirman :
يآأيهاالذين أمنوا إن
جآءكم فاسق بنبإ فتبينوا أن تصيبوا قوما بجهالة فتصبحوا على ما فعلتم نادمين
Artinya : “Hai oarang-orang yang beriman, jika
datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan
teliti” (Qs Al Hujrat 6)
Sedangkan didalam sunnah Rasulullah Saw:
Artinya : “Allah mencerahkan wajah seseorang yang
mendengar sesuatu berita, yaitu hadist lalu ia menyampaikan berita itu
sebagaimana yang didengar dan mungkin saja orang yang menerima berita itu lebih
faham dari orang yang mendengar. (H.r At Tirmidzy)
Dalam uapaya melaksanakan
perintah Allah dan Rasul nya para sahabat telah menetapkan hal-hal yang
menyangkut penyampaian suatu berita dan penerimaannya, terutama jika mereka
meragukan kejujuran si pembawa berita . berdasarkan hal itu, tampak nilai dan
pembahasan mengenai isnad dalam menerima dan menolak suatu berita.
Didalam pendahuluan kitab
Shahih Muslim, dituturkan dari Ibnu Sirin, “dikatakan, pada awalnya mereka
tidak pernah menanyakan tentang isnad, namun setelah terjadi peristiwa fitnah
maka mereka berkata, “sebutkanlah pada kami orang-orang yang meriwayatkan
hadist kepadamu”.
Apabila orang-orang yang
meriwayatkan hadist itu adalah ahlu sunnah, maka mereka ambil hadistnya . jika
orang-orang yang meriwayatkan hadistitu adalah ahli bidah maka mereka tidak
mengambilnya.
Berdasarkan hal ini, maka
suatau berita tidak bisa diterima kecuali setelah diketahui sanadnya. Karena
itu muncullah ilmu jarah wa ta’dil, ilmu mengenai ucapan para perawi, cara
untuk mengetahui bersambung (Muttasil) atau terputus (munqati)-nya sanad,
mengetahui cacat-cacat yang tersembunyi. Mmuncul pula ucapan-ucapan sebagai
tambahan dari hadist sebagian perawi meskipun sangat sedikit karena masih
sedikitnya para perawi yang tercela pada masa-masa awal. Kemudian para ulama
dalam bidang itu semakin banyak, sehinggga muncul berbagai pembahasaan didalam
banayak cabang ilmu yang terkait denag hadist, baik dari aspek kedhabitannya,
tata cara menerima dan menyampaikannnya, pengetahuan tentang hadist-hadist yang
nasikh dari hadist-hadist yang mansukh dll. Semua itu masih disampaikan ulama
secara lisan
Lalu masalah itu pun semakin
berkembang lam kelamaan ilmu hadist ini mulai ditulis dan dibukukan, akan tetapi
masih terserap diberbagai tempat didalam kitab-kitab lain yang bercampur dengan
ilmu-ilmu lain, seperti ilmu ushul fiqih dan ilmu hadist contohnya ilmu Ar
Risalah dan Al Umm Imam Syafi’I.
Ilmu hadist mengalami
perkembangan yang sanagat luart biasa pada awal abad ke tiga hijriyyah. Hanya
saja, perkembangan itu masih berkutat pada upaya mengatahui yang bisa diterima
dan ditolak karenanya pembahasan seputar periwayatan dan hadist yang
diriwayatkan. Menurut sejarah ulama yang pertama-tama menghimpun ilmu hadist
riwayat adalah Muhammad Ibnu Shihab Al Juhri atas perintah dari khalifah Umar
bin Abdul Aziz. Al Zuhri adalah salah satu seorang tabiin kecil yang banayak
mendengar hadist dari para sahabat dan tabi’in besar.
Sedangkan ilmu hadist dirayah
sejak pertengahan abad kedua Hijriyyah telah dibahas oleh para ulama hadist,
tetapi belum dalam bentuk kitab khusus dan belum merupakan disiplin ilmu yang
berdiri sendiri. Pada masa Al Qadhi Ibnu Muhammad Al Ramahurmudzi (265-360 H),
barulah kemudian dibukukan dalam kitab khusus yang dijadikan sebagai disiplin
ilmu yang berdidri sendiri.
Setelah itu barulah diikuti
oleh ulama-ulama berikutnya seperti Al Hakim Abdul Al Naysaburi dll. Pada masa
ulama konten porer ilmu hadist dirayah dinamakan dengan Ulumul Hadist dan pada
masa terakhir ini lebih mashur. Akhirnya ilmu-ilmu itu semakin matang ,
mencapai puncaknya dan memiliki istilah sendiri yang terpisah dengan ilmu-ilmu
lainnya. Hal ini terjadi pada abad ke empat Hijriyyah para ulama menyusun ilmu
msthalah dalam kitab tersendiri, orang yang pertama menyusun kitab ini adalah
Qadli Abu Al Fasih Baina Ar Rawi wa Al-wa’i.
2. 4 .
Hadits Riwayah
Kata
riwayah artinya periwayatan atau cerita. Ilmu hadis riwayah, secara bahasa,
berarti ilmu hadis yang berupa periwayatan.
Para ulama berbeda-beda dalam mendefinisikan ilmu hadis riwayah.
Para ulama berbeda-beda dalam mendefinisikan ilmu hadis riwayah.
Pendiri
Ilmu Hadits Riwayah adalah Muhammad bin Syihab Azzuhri (w. 124 H). Obyek dari
hadits riwayah ini adalah pribadi Nabi Muhammad SAW yaitu, perkataan,
perbuatan, taqrir dan sifatnya.
Yang dimaksud dengan Ilmu Hadits Riwayah, ialah: “Ilmu
pengetahuan yang mempelajari hadits-hadits, yang disandarkan kepada Nabi
Muhammad SAW., baik berupa perkataan, perbuatan taqrir, tabi’at, maupun tingkah lakunya.”
1. Menurut Ibn Al-Akfani, sebagaimana
yang dikutip oleh Al-sayuthi, bahwa yang dimaksud dengan ilmu hadits Riwayah adalah “Ilmu hadits yang khusus berhubungan dengan
riwayah adalah ilmu yang meliputi pemindahan (periwayatan) perkataan Nabi SAW
dan perbuatannya, dan penguraian lafaz-lafaznya”.
2. Sedangkan pengertiannya menurut
Muhammad ‘Ajjaj al-Khathib yaitu: “Ilmu yang
membahas tentang pemindahan, (periwayatan) segala sesuatu yang disandarkan
kepada Nabi SAW, berupa perkataan, perbuatan, taqrir (ketetapan dan pengakuan), sifat
jasmaniah, atau tingkah laku (akhlak) dengan cara yang teliti dan terperinci”.
3. Definisi yang hampir senada
dikemukakan oleh Zhafar Ahmad Ibnu Lathif al-‘Utsmani al-Tahanawi di dalam Qawa’id fi ‘Ulum al-Hadits yaitu: “Ilmu Hadits yang khusus dengan riwayah adalah ilmu yang dapat
diketahui dengannya perkataan, perbuatan dan keadaan Rasul SAW serta
periwayatan, pencatatan, dan pengurauian lafaz-lafaznya”.
Dari
ketiga definisi di atas dapat di pahami bahwa Ilmu Hadits Riwayah adalah membahas tentang
tata cara periwayatan, pemeliharaan, dan penulisan atau pembukuan hadits Nabi SAW.
Ilmu hadits Riwayah ini sudah ada sejak Nabi SAW masih hidup, yaitu bersamaan
dengan mulainya periwayatan Hadits itu sendiri. Para Sahabat Nabi SAW menaruh perhatian yang
tinggi terhadap Hadits
Nabi SAW.
Mereka
berupaya untuk memperoleh Hadits-Hadits Nabi SAW dengan cara mendatangi majelis Rasul SAW serta
mendengar dan menyimak pesan atau nasehat yang disampaikan beliau. Sedemikian
besar perhatian mereka, sehingga kadang-kadang mereka berjanji satu sama
lainnya untuk secara bergantian menghadiri majelis Nabi SAW tersebut, manakala
diantara mereka ada yang sedang berhalangan. Hal tersebut seperti yang
dilakukan oleh ‘Umar r.a., yang menceritakan, “Aku beserta seorang tetanggaku dari kaum
Ansar, yaitu Bani Umayyah Ibnu Zaid, secara bergantian menghadiri majelis Rasul
SAW. Apabila giliranku yang hadir, maka aku akan menceritakan kepadanya apa
yang aku dapatkan dari Rasul SAW pada hari itu; dan sebaliknya, apabila giliran
dia yang hadir, maka dia pun akan melakukan hal yang sama.
Mereka
juga memperhatikan dengan seksama apa yang dilakukan Rasul SAW, baik dalam
beribadah maupun dalam aktivitas sosial, dan akhlak Nabi SAW sehari-hari. Semua
yang mereka terima dan dengar dari Rasul SAW mereka pahami dengan baik dan
mereka pelihara melalui hafalan mereka. Tentang hal ini, Anas Ibnu Malik
mengatakan: “Manakala kami berada di
majelis Nabi SAW kami mendengarkan Hadits dari beliau; dan apabila kami berkumpul sesama kami, kami
saling mengingatkan (saling melengkapi) Hadits-Hadits
yang kami miliki sehingga kami menghafalnya”.
Apa yang
telah dimiliki dan dihafal oleh para sahabat dari Hadits-Hadits Nabi SAW, selanjutnya mereka
sampaikan dengan sangat hati-hati kepada Sahabat lain yang kebetulan belum
mengetahuinya, atau kepada para Tabi’in.
Para Tabi’in pun melakukan hal yang
sama, yaitu memahami, memelihara dan menyampaikan Hadits-Hadits Nabi SAW kepada Tabi’in lain atau Tabi’ al-Tabi’in. Hal ini selain dalam rangka memelihara kelestarian Hadits Nabi SAW, juga dalam rangka
menunaikan pesan yang terkandung di dalam Hadits Nabi SAW, yang diantaranya ialah: “(semoga) Allah membaguskan rupa seseorang yang
mendengar sesuatu (Hadits)
dari kami, lantas ia menyampaikannya sebagaimana yang ia dengar, kadang-kadang
orang yang menyampaikan lebih hafal daripada orang yang mendengar”.
Namun
yang paling terkenal di antara definisi-definisi tersebut adalah definisi Ibnu
Al-Akhfani, yaitu , ilmu
hadis riwayah adalah ilmu yang membahas ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan
Nabi SAW, periwayatannya, pencatatannya,dan penelitian lafazh-lafazhnya.
Objek
kajian ilmu hadits riwayah adalah segala sesuatu yang dinisbatkan kepada Nabi
SAW, sahabat , dan tabi’in,yang meliputi:Cara periwayatannya, yakni cara
penerimaan dan penyampaian hadis seorang periwayat (rawi) kepada periwayat
lain;·
Cara pemeliharaan, yakni penghafalan, penulisan, dan pembukuan hadits. Ilmu hadits riwayah bertujuan agar umat Islam menjadikan Nabi SAW sebagai suri teladan melalui pemahaman terhadap riwayat yang berasal darinya dan mengamalkannya. Pada masa Nabi Muhammad saw. para sahabat dilarang menulis hadits. Dengan demikian hadits hanya tersimpan dalam hafalan para sahabat.
Cara pemeliharaan, yakni penghafalan, penulisan, dan pembukuan hadits. Ilmu hadits riwayah bertujuan agar umat Islam menjadikan Nabi SAW sebagai suri teladan melalui pemahaman terhadap riwayat yang berasal darinya dan mengamalkannya. Pada masa Nabi Muhammad saw. para sahabat dilarang menulis hadits. Dengan demikian hadits hanya tersimpan dalam hafalan para sahabat.
Periwayatan
hadits oleh para sahabat, tabi`in (generasi setelah sahabat), dan tabi`it tabi`in (generasi sesudah tabi`in) dilakukan dengan dua cara, yaitu periwayatan
dengan lafal (riwayah hi
al-lafzi); dan periwayatan denganmakna
(1).
Periwayatan dengan lafal (riwayah hi al-lafzi) adalah periwayatan yang disampaikan sesuai dengan
lafal yang diucapkan oleh Nabi Muhammad saw. Periwayatan hadits sesuai
dengan lafal ini sangat sedikit jumlahnya. Ciri-ciri hadits yang diriwayatkan
secara lafal ini, antara lain: =>dalam bentuk muta’ahad (sanadnya memperkuat hadits lain yang sama
sanadnya),misalnya hadits tentang adzan dan syahadat => hadits-hadits tentang doa; dan=>
tentang kalimat yang padat dan memiliki pengertian yang mendalam (jawaami`
al-kalimah)
(2). Periwayatan dengan makna (riwayah hi al-ma`na) adalah hadits yang diriwayatkan sesuai dengan makna yang dimaksudkan oleh Nabi Muhammad saw. Dengan demikian dari segi redaksinya ada perubahan. Sebagian besar hadits Nabi saw. diriwayatkan dengan cara demikian. Sebab beliau memberi isyarat diperbolehkannya meriwayatkan hadits dengan riwayah hi al-ma`naSyarat-syarat yang ditetapkan dalam meriwayatkan hadits secara makna ini cukup ketat, yaitu:=> periwayat haruslah seorang muslim, baligh, adil, dan dhobit (cermat dan kuat);=> periwayat hadits tersebut haruslah benar-benar memahami isi dan kandungan hadits yang dimaksud;=> periwayat hadits haruslah memahami secara luas perbedaan-perbedaan lafal sinonim dalam bahasa Arab;=> meskipun si pelafal lupa lafal atau redaksi hadits yang disampaikan Nabi Muhammad saw., namun harus ingat maknanya secara tepat;
(2). Periwayatan dengan makna (riwayah hi al-ma`na) adalah hadits yang diriwayatkan sesuai dengan makna yang dimaksudkan oleh Nabi Muhammad saw. Dengan demikian dari segi redaksinya ada perubahan. Sebagian besar hadits Nabi saw. diriwayatkan dengan cara demikian. Sebab beliau memberi isyarat diperbolehkannya meriwayatkan hadits dengan riwayah hi al-ma`naSyarat-syarat yang ditetapkan dalam meriwayatkan hadits secara makna ini cukup ketat, yaitu:=> periwayat haruslah seorang muslim, baligh, adil, dan dhobit (cermat dan kuat);=> periwayat hadits tersebut haruslah benar-benar memahami isi dan kandungan hadits yang dimaksud;=> periwayat hadits haruslah memahami secara luas perbedaan-perbedaan lafal sinonim dalam bahasa Arab;=> meskipun si pelafal lupa lafal atau redaksi hadits yang disampaikan Nabi Muhammad saw., namun harus ingat maknanya secara tepat;
2.5. Hadits Dirayah
Ilmu hadist dirayah biasa juga disebut ilmu mustalah hadist, ilmu ushul al-hadist, ulum al-hadist, dan qawa‘id at-tahdis.
Hadits dirayah menurut ‘Izzuddin bin Jama’ah, yaitu “, Ilmu
yang membahas pedoman-pedoman yang dengannya dapat diketahui keadaan sanad dan
matan”
Dari pengertian tersebut, kita bisa mengetahui bahwa ilmu hadis dirayah adalah ilmu yang mempelajari kaidah-kaidah untuk mengetahui hal ikhwal sanad dan materi hadits, cara menerima dan menyampaikan hadis, sifat para perawi, dll.
Dari pengertian tersebut, kita bisa mengetahui bahwa ilmu hadis dirayah adalah ilmu yang mempelajari kaidah-kaidah untuk mengetahui hal ikhwal sanad dan materi hadits, cara menerima dan menyampaikan hadis, sifat para perawi, dll.
Para
Ulama memberikan definisi yang bervariasi terhadap Ilmu Hadits
Dirayah ini. Akan
tetapi, apabila dicermati definisi-definisi yang mereka kemukakan, terdapat
titik persamaan di antara satu dan yang lainnya, terutama dari segi sasaran
kajian dan pokok pembahasannya.
Ibnu
al-Akfani memberikan definisi Ilmu Hadits Dirayah sebagai berikut: “Dan Ilmu Hadits yang khusus tentang dirayah adalah ilmu yang bertujuan
untuk mengetahui hakikat riwayat, syarat-syarat, macam-macam, dan
hukum-hukumnya, keadaan para perawi,
syarat-syarat mereka, jenis yang diriwayatkan, dan segala sesuatu yang
berhubungan dengannya.
Adapula
Ulama yang menjelaskan, bahwa Ilmu Hadits Dirayah ialah: “Ilmu pengetahuan yang membahas tentang kaidah-kaidah, dasar-dasar,
peraturan-peraturan, yang dengannya kami dapat membedakan antara hadits dan Salih yang disandarkan kepada
Rasul SAW dan hadits
yang diragukan penyandarannya kepadanya”.
Uraian dan elaborasi dari definisi
di atas diberikan oleh imam al-Suyuthi, sebagai berikut:
Hakikat Riwayat, adalah kegiatan periwayatan Sunnah (Hadits) dan penyandarannya kepada orang
yang meriwayatkannya dengan kalimat tahdits,
yaitu perkataan seorang perawi “haddsana fulan”,
(telah menceritakan kepada si Fulan). Atau Ikhbar,
seperti perkataannya “akhbaran fulan”,
(telah mengabarkan kepada kami si Fulan).
10
Definisi
yang lebih ringkas namun komporensif tentang
Ilmu Hadits
Dirayah dikemukakan
oleh M. ‘Ajjaj al-Khathib, sebagai berikut: “Ilmu Hadits
Dirayah adalah kumpulan-kumpulan kaidah-kaidah dan masalah-masalah untuk mengetahi
keadaan rawi
dan narwi dari segi diterima atau ditolaknya.
Al-Khathib
lebih lanjut menguraikan definisi di atas sebagai berikut:
Al-rawi
atau perawi,
adalah orang yang meriwayatkan atau menyampaikan Hadits dari satu orang kepada orang
lainnya; al-marwi adalah segala
sesuatu yang diriwayatkan, yaitu suatu yang disandarkan kepada Nabi SAW atau
kepada yang lainnya, seperti Sahabat atau Tabi’in;
keadaan perawi dari segi diterima atau ditolaknya adalah, mengetahui keadaan
para perawi dari segi jarh atau ta’adil ketika tahammul dan adda’ al-Hadits,
dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya dalam kaitannya dengan ittishal al-sanad (persambungan sanad) atau terputusnya, adanya i’llat atau
tidak, yang menentukan diterima atau tidaknya suatu Hadits.
2.6.
Cabang-cabang Ilmu Hadits
Dari
ilmu hadis riwayah dan ilmu hadis dirayah itu, muncul cabang-cabang ilmu hadis
lainnya, yaitu:
1. Ilmu Rijal Al-Hadits
Menurut ulama hadis mendifinisikan ilmu rijal al-hadis, yaitu; Ilmu yang membahas para rawi hadis, baik dari kalangan sahabat, tabi’in, maupun dari generasi-generasisesudahnya.
Ilmu Rijaalul-Hadiits, dinamakan juga dengan Ilmu Tarikh Ar-Ruwwat(Ilmu Sejarah Perawi) adalah ilmu yang diketahui dengannya keadaan setiap perawi hadits, dari segi kelahirannya, wafatnya, guru-gurunya, orang yang meriwayatkan darinya, negeri dan tanah air mereka, dan yang selain dari itu yang ada hubungannya dengan sejarah perawi dan keadaan mereka.
2. Ilmu Al-Jarh wa At-Ta’dil
Secara bahasa, kata al-jarh artinya cacat atau luka dan kata al-ta’dil artinya mengadilkan atau menyamakan.
11
Jadi,
kata ilmu al-jarh wa
at-ta’dil adalah ilmu tentang kecacatan dan keadilan seseorang.Para
ahli hadis mendifinisikan al-jarh
sebagai berikut: Kecacatan
para perawi hadits karena sesuatu yang dapat merusak keadilan atau
kedhabitannya.
Kemudian para ulama hadis mendefinisikan at-ta’dil sebagai berikut: Ta’dil adalah kebalikan dari jarh, yaitu menilai bersih terhadap seoarang rawi dan menghukumnya bahwa ia adil dan dhabit.
Kemudian para ulama hadis mendefinisikan at-ta’dil sebagai berikut: Ta’dil adalah kebalikan dari jarh, yaitu menilai bersih terhadap seoarang rawi dan menghukumnya bahwa ia adil dan dhabit.
3.Ilmu Fannil Mubhamat
Yang dimaksud ilmu fannil mubhamatadalah,” Ilmu untuk nama orang-orang yang tidak disebutkan dalam matan atau sanad”.
4.Ilmu ‘Ilal Al-Hadits
Menurut ulama Muhadditsin adalah, “Ilmu yang membahas sebab-sebab yang tersembunyi yang dapat mencacatkan kesahihan hadis, misalnya mengatakan muttasil terhadap hadis yang munqathi, menyebut marfu’ terhadap hadis yang mauquf, memasukkan hadis ke dalam hadis lain, dan hal-hal seperti itu.”
5.Ilmu Gharib Al-Hadits
Ilmu gharb al-hadits adalah, “Ilmu yang menerangkan makna kalimat yang terdapat dalam matan hadis yang sukar diketahui maknanya dan jarang terpakai oleh umum.”
6. Ilmu Nasikh wa Al-Mansukh
Menurut ulama hadits, adalah , “ Ilmu yang membahas hadis-hadis yang saling betentangan yang tidak mungkin bisa dikompromikan, dengan cara menentukan sebagiannya sebagai ‘ nasikh’ dan sebagian lainnya sebagai ‘mansukh’. Yang [1]terbukti datang terdahulu sebagai mansukh dan yang terbukti datang kemudian sebagai nasikh”.
7.Ilmu Talfiq Al-Hadits
Ilmu talfiq al-hadits adalah, “Ilmu yag membahas cara mengumpulkan hadis-hadis yang berlawanan lahirnya”.11
8.Ilmu Tashif wa At-Tahrif
Ilmu tashif wa at-tahrif adalah, “ ilmu yang membahas kata-kata yang tertukar titik dan hurufnya.
Ilmu tashif wa at-tahrif adalah, “ ilmu yang membahas kata-kata yang tertukar titik dan hurufnya.
12
9.Ilmu Asbab Al-Wurud Al-Hadits
Pengertian
ilmu asbab al-wurud al-hadis
adalah, “ Ilmu yang
menerangkan sebab-sebab Nabi SAW menuturkan sabdanya dan masa-nasanya Nabi SAW
menuturkan itu”. Menurut Prof Dr. Zuhri ilmu Asbabi Wurudil Hadits
dalah ilmu yang menyingkap sebab-sebab timbulnya hadits.
Terkadang,
ada hadits yang apabila tidak diketahui sebab turunnya, akan menimbulkan dampak
yang tidak baik ketika hendak diamalkan. Ilmu
Mushthalah Ahli Hadits
Ilmu mushthalah ahli hadis adalah, “ ilmu yang menerangkan pengertian-pengertian ( istilah-istilah) yang dipakai oleh ahli-ahli hadis”
Ilmu mushthalah ahli hadis adalah, “ ilmu yang menerangkan pengertian-pengertian ( istilah-istilah) yang dipakai oleh ahli-ahli hadis”
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Hadits sebagai sumber hukum kedua
umat islam telah disusun sedemikian rupa oleh ulama – ulama terdahulu dengan
displin ilmu yang sesuai dengan perannya masing – masing. Dengan adanya ilmu
tersebut, kita dapat mempelajari dan lebih mudah memahami hadits serta dapat
menggunakan hadits dengan lebih maksimal sebagai sumber hukum.
-
Kata riwayah artinya periwayatan atau cerita.
Ilmu hadis riwayah, secara bahasa, berarti ilmu hadis yang berupa periwayatan.
Para ulama berbeda-beda dalam mendefinisikan ilmu hadis riwayah.
Para ulama berbeda-beda dalam mendefinisikan ilmu hadis riwayah.
-
Ilmu hadist
dirayah biasa juga disebut ilmu mustalah hadist, ilmu ushul al-hadist, ulum
al-hadist, dan qawa‘id at-tahdis. Hadits dirayah menurut ‘Izzuddin bin Jama’ah, yaitu “, Ilmu
yang membahas pedoman-pedoman yang dengannya dapat diketahui keadaan sanad dan
matan”.
3.2. Saran
- Ilmu hadits adalah ilmu yang diwajibkan untuk dipelajari oleh
setiap umat islam diseluruh dunia, karena hadits adalah pusaka yang sangat
penting bagi umat islam.
- Perkembangan zaman semakin modern, marilah kita sama-sama
selaraskan perkembangan zaman tersebut dengan berpedoman kepada al-quran dan
al-hadits, agar hidup kita didunia ini lebih terarah.
- Kepada seluruh umat islam yang ada di seluruh permukaan
bumi, khususnya yang membaca makalah ini, ayo sama-sama kita tingkatkan
pemahaman ilmu agama kita. Mudah-mudahan kita termasuk kedalam golongan
orang-orang yang beriman. Amin.
DAFTAR
PUSTAKA
-
Utang Ranuwijaya. Ilmu
hadits. Jakarta: Griya Media Pratama.1996.hlm.78
-
M. Hasbi Ash-Shiddieqy.Sejarah
dan Pengantar Ilmu Hadits. Jakarta:Bulan Bintang.1987.hlm.153
-
Muhammad.Ahmad. Ulumul
Hadits. Bandung:Pustaka Setia.2004.hlm.52-53
-
Endang Soetari. Ilmu
Hadis: Kajian Riqayah dan Dirayah.Bandung:Mimbar Pustaka
-
Ash-Shalih, Subhi. Membahas
Ilmu-Ilmu Hadis. Pustaka Firdaus. Jakarta: 2000
-
Ash-Shalih, Subhi. Membahas
Ilmu-Ilmu Hadis. Pustaka Firdaus. Jakarta: 2002
-
Mudasir H. Ilmu Hadis. CV Pustaka Setia. Bandung 1999
-
Suparta,
Munzir. Ilmu Hadis. PT Raja Grafindo
Persada. Jakarta 2002
-
Yuslem,
Nawir. Ulumul Hadis. Mutiara Sumber
Widya. Jakarta: 2001
-
Departemen
Agama. 1993. Al Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: Surya Cipta Aksara
-
Ash
Shiddieqy, Hasbi TM. 1999. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits.
Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra
Tags:
hadits