BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Rasulullah adalah pemimpin ulung dan
manager terhebat sepanjang sejarah kemanusiaan. Sisi kehidupannya sarat dengan hikmah
yang dapat digali dari berbagai dimensi kehidupan. Dikalangan muslim, Muhammad
dikenal luas sebagai seorang pemimpin dalam pendidikan, mendidik istri dan
keluarganya dengan pendidikan yang manusiawi dan menakjubkan. Mendidik para
sahabatnya agar menjadi sahabat dikala suka maupun duka, sedih dan gembira,
damai maupun perang. Mendidik tetangga dengan amal nyata, sehingga para
tetangganya mengerti dan menikmati bagaimana bertetangga dengan sebenarnya.
Mendidik musuh-musuhnya agar komitmen dengan setiap perjanjian dan peperangan yang melibatkannya. Mendidik para raja dan penguasa untuk memahami dan mengerti hakikat seorang hamba dihadapan tuannya, mendidik manusia sahaya menjadi manusia merdeka, Mendidik manusia seluruhnya menuju ridha dan cahaya-Nya, Semua takkluk kepada tarbiyah yang digulirkannya. Untuk dapat dipahami secara lebih baik Prof. Dr. James E. Royster dari clevalend State University, yang telah melakukan riset intensif tentang peran Muhammad sebagai seoang guru, teladan dan sebagai seorang manusia ideal, telah banyak membahas kesan-kesan kaum muslimin terhadap Nabi mereka. Dalam pengantarnya, dia menyatakan bawa mungkin tidak ada seorang pun dalam sejarah manusia yang telah banyak dikaji dari pada Nabinya kaum Muslimin (Muhammad). Kenyataan yang seringkali dilupakan oleh ilmuwan-ilmuwan non-musim ini, harus dipahami dalam rangka menilai secara tepat pengaruh Muhammad diantara mereka yang mengakuinya sebagai seorang Nabi . Bagi Royster, Muhammad telah mengajarkan kebenaran dengan ucapan dan mengamalkan kebenaran itu dalam kehidupannya. Kesimpulannya yang tidak kalah penting adalah : “ Muhammad as teacher, exemplar and ideal man fulfills in Islam a role that can hardly be overestimated. From him hundreds of millions of muslim derive both meaning for personal existence and means for character development and spiritual achievement. In tems of continuing influence Muhammad, the propet of Islam, must be placed high on the list of those who have shaped thworld. Surely it would be markedly diffrenhad he not been”.
Mendidik musuh-musuhnya agar komitmen dengan setiap perjanjian dan peperangan yang melibatkannya. Mendidik para raja dan penguasa untuk memahami dan mengerti hakikat seorang hamba dihadapan tuannya, mendidik manusia sahaya menjadi manusia merdeka, Mendidik manusia seluruhnya menuju ridha dan cahaya-Nya, Semua takkluk kepada tarbiyah yang digulirkannya. Untuk dapat dipahami secara lebih baik Prof. Dr. James E. Royster dari clevalend State University, yang telah melakukan riset intensif tentang peran Muhammad sebagai seoang guru, teladan dan sebagai seorang manusia ideal, telah banyak membahas kesan-kesan kaum muslimin terhadap Nabi mereka. Dalam pengantarnya, dia menyatakan bawa mungkin tidak ada seorang pun dalam sejarah manusia yang telah banyak dikaji dari pada Nabinya kaum Muslimin (Muhammad). Kenyataan yang seringkali dilupakan oleh ilmuwan-ilmuwan non-musim ini, harus dipahami dalam rangka menilai secara tepat pengaruh Muhammad diantara mereka yang mengakuinya sebagai seorang Nabi . Bagi Royster, Muhammad telah mengajarkan kebenaran dengan ucapan dan mengamalkan kebenaran itu dalam kehidupannya. Kesimpulannya yang tidak kalah penting adalah : “ Muhammad as teacher, exemplar and ideal man fulfills in Islam a role that can hardly be overestimated. From him hundreds of millions of muslim derive both meaning for personal existence and means for character development and spiritual achievement. In tems of continuing influence Muhammad, the propet of Islam, must be placed high on the list of those who have shaped thworld. Surely it would be markedly diffrenhad he not been”.
Hadits atau Sunnah baik secara struktural
maupun fugsional disepakati oleh mayoritas muslim dari berbagai Mazhab, sebagai
sumber ajaran Islam karena dengan adanya Hadits dan sunnah itulah ajaran Islam
menjadi jelas, rinci, dan sepesifik. Sepanjang sejarahnya Hadits-Hadits yang
tercantum dalam berbagai kitab Hadits yang ada telah melalui peroses penelitian
ilmiah yang rumit, sehingga menghasilkan kualitas Hadits yang diinginkan oleh
para penghimpunnya.
Untuk megetahui Hadits-Hadits yang benar-benar berkualitas dan dapat dipercaya maka tidak terlepas dari persoalan siapa perawinya kemudian dari mana mereka mendapatkan Hadits bahkan sampai kepada bagaimana cara mereka meriwayatkan Hadits.
Untuk megetahui Hadits-Hadits yang benar-benar berkualitas dan dapat dipercaya maka tidak terlepas dari persoalan siapa perawinya kemudian dari mana mereka mendapatkan Hadits bahkan sampai kepada bagaimana cara mereka meriwayatkan Hadits.
1.2.Masalah
Dalam pembuatan makalah ini kami menemukan
beberapa masalah yaitu kurangnya referensi buku yang berisikan sumber-sumber
informasi yang akan kami jadikan pembahasan.
BAB II
PEMBAHASAN
Hadits
dhoif secara bahasa berarti lemah artinya bahasa berarti hadits
yang lemah atau hadits yang tidak kuat. Sedangkan secara istilah para ulama
terdapat perbedaan rumusan dalam mendefinisikan hadits dhoif ini akan tetapi
pada dasarnya,isi, dan maksudnya tidak berbeda. Beberapa definisi,diantaranya
adalah sebagai berikut:
1. Hadits yang di
dalamnya tidak terdapat syarat-syarat hadits shohih dan syarat-syarat hadits
hasan.
2. Hadits yang
hilang salah satu syaratnya dari syarat-syarat hadits maqbul(hadits shohih atau
yang hasan)
3. Pada definisi
yang ketiga ini disebutkan secara tegas,bahwa Hadits dhoif adalah hadits
yang jika satu syaratnya hilang.
2.2 Kriteria hadits dhoif
Adapun
kriteria hadits dhoif adalah dimana ada salah satu syarat dari hadits shohih
dan hadits hasan yang tidak terdaoat padanya,yaitu sebagai berikut sebagai
berikut:
1. Sanadnya tidak
bersambung
2. Kurang adilnya
perawi
3. Kurang dhobithnya
perawi
4. Ada syadz atau
masih menyelisihi dengan hadits yang diriwayatkan oleh orang yang lebih tsiqah
dibandingkan dengan dirinya
5. Ada illat atau
ada penyebab samar dan tersenbunyi yang menyebabkan tercemarnya suatu hadits
shohih meski secara zohir terlihat bebas dari cacat.
2.3 Macam-macam hadits dhoif
Hadits
dlaif sangat banyak macamnya, masing-masing memiliki derajat yang berbeda
satu sama lain. Hadits dlaif yang memiliki kekurangan 1 syarat dari
syarat-syarat hadits shahih dan hasan lebih baik daripada Hadits dlaif yang
memiliki kekurangan 2 syarat dari syarat-syarat hadits shahih dan hasan dan
begitu seterusnya.
Berdasarkan
sebab-sebab di atas maka macam-macam hadits dhoif ini digolongkan menjadi
beberapa kelompok di antaranya:
I. Dhoif pada segi
sanad,yaitu terbagi lagi menjadi:
a)
Dhoif karena tidak bersambung sanadnya,misalnya:
·
Hadits munqathi’ adalah hadits
yang gugur sanadnya di satu tempat atau lebih atau pada sanadnyan disebutkan
nama seseorang yang tidak dikenal namanya.
·
Hadits muallaq adalah hadits
yangg rawinya digugurkan seorang atau lebih di awal sanadnya secara
berturut-turut.
·
Hadits mursal adalah hadits yang gugur
sanadnya setelah tabi’in. Yang dimaksud dengan gugur disisn adalah nama sanad
terakhirnya tidak disebutkan.
·
Hadits
mu’dhal adalah hadits yang gugur dua orang sanadnya
atau lebih secara berturut-turut.
·
Hadits mudallas adalah hadits
yang diriwayatkan menurut cara yang diperkirakan bahwa hadits tersebut tidak
bernoda. Orang yang melakukan tadlis(perbuatannya) disebut mudallis dan
haditsnya disebut hadits mudallas.
b)
Dhoif karena tidak ada syarat adil
·
Hadits maudhu’ adalah hadits
yang dibuat-buat oleh seseorang (pendusta) yang ciptaan ini dinisbatkan kepada
Rasulullah secara paksa dan dusta baik sengaja maupun tidak.
·
Hadits matruk dan hadits munkar. Hadits matruk adalah hadits
yang diriwayatkan oleh seseorang yang tertuduh dusta(terhadap hadits-hadits
yang diriwayatkannya) atau tampak kefasikannya baik pada perbuatan atau pada
perkataanya,atau orang yang banyak lupa atau banyak ragu. Sedangkan hadits
munkar adalah hadits yang diriwayatkan oleh orang yang lemah (perawi yang
dhoif) yang bertentangan dengan periwayatan orang yang lebih terpercaya.
c)
Dhoif karena tidak ada dhobit
·
Hadits mudraj adalah hadits
yang menampilkan (redaksi) tambahan,padahal bukan (bagian dari) hadits.
·
Hadits maqlub yaitu hadits
yang lafaz matannya tertukar pada salah seorang perawi pada salah seorang
perawi atau seseorang pada sanasnya. Kemudian didahulukan dalam
penyebutannya,yang seharusnya disebut belakangan atau mengakhirkann
penyebutannya,yang seharusnya di dahulukan atau dengan diletakkannya sesuatu
pada tempat yang lain.
·
Hadits mudhtharib adalah hadits
yang diriwayatkan dengan periwayatannya yang berbeda-beda padahal berasal dari
satu perawi(yang meriwayatkan),dua atau lebih atau dari dua perawi atau lebih
yang berdekatan(dan tidak bisa ditarjih).
·
Hadits mushahhaf dan hadits muharraf.
Hadits mushahhaf adalah hadits
yang perbedaannya(dengan hadits riwayat lain) terjadi karena perubahan titik
kata, sedangkan bentuk tulisannya tidak berubah.
Sedangkan hadits muharraf adalah hadits
yang perbedaannya terjadi disebabkan karena perubahan syakal kata dengan masih
tetapnya bentuk tulisannya.
d)
Dhoif karena kejanggalan dan kecacatan
·
Hadits syaz adalah hadits yang diriwayatkan oleh
orang maqbul,aka tetapi bertentangan (matannya) dengan periwayatannya dari
orang yang kualitasnya lebih utama.
·
Hadits mu’allal adalah hadits
yang diketahui ‘illatnya setelah dilakukan penelitian dan penyelidikan meskipun
pada lahirnya telah tampak selamat(dari cacat) coontoh hadits mu’allal : ‘’si
penjual dan si pembeli boleh memilih selama belum berpisahan’’
II. Dhoif pada segi matan
Para
ahli hadits memasukkan ke dalam kelompok hadits dhoif dari sudut penyandarannya
ini adalah hadits mauquf dan hadits maqhthu’.
·
Hadits mauquf adalah hadits
yang diriwayatkan dari para sahabat baik berupa perkataan,perbuatan,atau
taqrirnya. Periwayatannya baik bersambung atau tidak.
·
Hadits maqthu’ adalah hadits
yang diriwayatkan dari tabi’in dan disandarkan kepadanya,baik perkataan maupun
perbuatannya. Dengan kata lain bahwa hadits maqthu’ adalah perkataan atau
perbuatan tabi’in.
2.4. Kehujjahan hadits dhoif
Hadits
dhoif ada kalanya tidak bisa ditolerir kedhoiffannya misalnya karena
kemaudhu’annya, ada juga yang bisa tertutupi kedhoiffannya(karena ada faktor
yang lainnya). Untuk yang pertama tersebut, berdasarkan kesepakatan para ulama
hadits, tidak diperbolehkan mengamalkannya baik dalam penetapan
hukum-hukum,akidah maupun fadhail al ‘amal.
Sementara
untuk jenis yang kedua dalam hal kehujjahannya hadits dhoif tersebut ,ada yang
berpendapat menolak secara mutlak baik unuk penetapan hukum-hukum,akidah maupun
fadhail al ‘amal dengan alasan karena hadits dhoif ini tidak dapat
dipastikan datang dari Rosulullah SAW. Di antara yang berpendapat seperti ini
adalah imam al Bukhari,imam muslim, dan Abu bakr abnu Al ‘Araby.
Sementara
bagi kelompok yang membolehkan beramal dengan hadits dhoif ini secara mutlak
adalah imam Abu Hanifah, An-Nasa’i dan juga Abu dawud. Mereka berpendapat bahwa
megamalkan hadits dhoif ini lebih disukai dibandingkan mendasrkan pendapatnya
kepada akal pikiran atau qiyas. Imam ibnu Hambal,Abd Al-Rahman ibn Al-Mahdy dan
Abdullah ibn Al mubarak menerima pengalaman hadits dhoif sebatas fadhail al
‘amal saja,tidak termasuk urusan penetapan hukum seperti halal dan haram atau
masalah akidah.
Al-Qasiny
memaparkan pendapat-pendpat ulama hadits yang lain tentang penerimaan terhadap
hadits dhoif ini, yang juga tidak jauh berbeda dengan pemaparan di atas.
Misalnya, ia mengutip pendapat ibnu Sholeah bahwa ia sendiri dalam kitabnya
yang biasa dikenal ‘’Muqaddimah Ibnu Al-Sholah’’ tidak banyak mengulas tentang
hal ini, selain kata ‘’hendaknya tentang fadhail dan semisalnya’’. Sementara
Ibnu Hajar mengemukakan tiga syarat yang harus ada pada hadits dhoif yang bisa
diterima dan diamalkan,yaitu:
·
Pertama, tingkat kelemahannya tidak parah:
orang yang meriwayatkan bukan termasuk pembohong atau tertuduh berbohong atau
kesalahannya abanyak.
·
Kedua, tercakup dalam dasar hadits yang masih
dibenarkan atau tidak bertentangan dengan hadits yang shohih(yang bisa
diamalkan), ketiga, ketika mengamalkannya tidak seratus persen meyakini bahwa
hadits tersebut benar-benar datang dari Nabi SAW,tetapi maksud mengamalkannya
semata-mata untuk ikhtiyath
Sementara
As-Suyuti sendiri cendrung membolehkan beramal dengan hadits dhoif termasuk
dalam masalah hukum dengan maksud ikhtiyath. Ia mendasarkan pada pendapat Abu
Daud, Iama ibn Hambal yang berpendapat bahwa itu lebih baik dibanding
menggunakan akal atau rasio atau pendapat seseorang.
2.5. Kitab-kitab yang memuat hadits dhoif
Kitab-kitab
yang memuat dan membahas hadits dhoif diantaranya adalah sebagai berikut:
·
Kitab ad-dlu’afa karya ibnu hibban,kitab ini
memaparkan hadits yang menjadi dhoif karena perawinya yang dhoif.
·
Kitab Mizan-al-i’tidal karya adz-Zahabi,karya
ini juga memaparkan hadits yang menjadi dhoif karena perawinya yang dhoif
·
Kitab al-Marasil karya Abu Daud yang khusus
memuat hadits-hadits dhoif.
·
Kitab al-‘ilal karya ad-Daruquthni,juga secara
khusus memaparkan hadits yang menjadi dhoif karena perawinya yang dhoif.
2.6. Pengertian
Sanad
Sanad dari segi bahasa artinya (sandaran,
tempat bersandar, yang menjadi sandaran). Sedangkan menurut istilah ahli hadis,
sanad yaitu: (Jalan yang menyampaikan kepada matan hadis). Contoh :
"Dikhabarkan kepada kami oleh Malik yang menerimanya dari
Nafi, yang menerimanya dari Abdullah ibnu Umar bahwa Rasulullah SAW bersabda,
"Janganlah sebagian dari antara kamu membeli barang yang sedang dibeli
oleh sebagian yang lainnya. " (Al-Hadis)
Dalam hadis tersebut dinamakan sanad adalah:
(Dikhabarkan kepada kami oleh Malik yang menerimanya dari nafi
yang menerimanya dari Abdullah ibnu Umar bahwa Rasulullah SAW bersabda:...)
Matan dari segi bahasa artinya membelah, mengeluarkan, mengikat.
Sedangkan menurut istilah ahli hadis, matan yaitu:
(perkataan yang disebut pada akhir sanad, yakni sabda Nabi SAW
yang disebut sesudah habis disebutkan sanadnya) .
" Dari Muhammad yang diterima dari Abu Salamah yang
diterimanya dari Abu Hurairah. bahwa Rasulullah SAW bersabda; "Seandainya
tidak memberatkan terhadap umatku, niscaya aku suruh mereka untuk bersiwak
(menggosok gigi) setiap akan melakukan salat. " (Al-Hadis)
Adapun yang disebut matan dalam hadis tersebut yaitu:
Sanad adalah silsilah (rentetan) para perawi yang
menyambungkan kepada Matan. Dan Matan adalah perkataan yang
terdapat di akhir Sanad itu.
Dengan bahasa lugasnya, Sanad
adalah jalur transmisi periwayatan hadits, sedangkan Matan adalah teks
atau nash yang terdapat di ujung Sanad itu. Wallahu a’lam.
Melalui jalur Sanad, maka
dimungkinkanlah penelitian terhadap kebenaran hadits-hadits dan berita-berita
serta mengenali para perawi. Pencari hadits dapat mengetahui derajat (kualitas)
hadits; mana yang shahih dan mana yang lemah. Dengan dengan Sanad pula,
as-Sunnah ini dijaga dan dipelihara dari pengelabuan, penyimpangan, pemalsuan,
penambahan dan pengurangan. Dengan Sanad juga umat menyadari kedudukan
as-Sunnah dan betapa pentingnya memberikan perhatian terhadapnya, di mana ia
ditetapkan dengan jalur-jalur kritik dan tahqiq (analisis) yang demikian detil,
yang belum pernah dikenal manusia ada sepertinya sepanjang sejarah. Dengan
begitu, klaim orang-orang yang batil dan senang membuat keraguan umat dapat
ditolak, dan syubhat-syubhat yang mereka lontarkan seputar keshahihan hadits
dapat dimentahkan.
Karena masalah-masalah tersebut dan
masalah lainnya kemudian banyak sekali berita-berita yang datang dari para imam
(tokoh-tokoh ulama) mengenai pentingya Sanad dan anjuran terhadapnya.
Bahkan mereka menjadikannya sebagai ibadah dan dien. Abdullah bin al-Mubarak
berkata, “Bagiku, Sanad merupakan bagian dari agama ini.
Andaikata bukan karena Sanad,
pastilah orang akan mengatakan semau-maunya. Bila dikatakan kepadanya, ‘siapa
yang menceritakan kepadamu.?’ Ia diam (yakni diam kebingungan), tidak tahu apa
yang harus dikatakannya. Sebab ia tidak memiliki Sanad yang melaluinya
ia dapat mengenali keshahihan atau kelemahan suatu hadits.” Ia juga mengatakan,
“Antara kami dan orang-orang adalah Qawa`im, yakni Sanad.”
2.7. Pengertian ’Illat
‘Illat
adalah sifat-sifat buruk yang menciderai
kesahahihan suatu hadits. Cacat yang tersembunyi tersebut
dapat terjadi pada sanad, dan matan ataupun juga pada keduanya.
Dari ketiga
aspek tersebut, aspek sanad yang paling banyak menjadi penyebab ada kecacatan
hadits ini. Ibnu Hajar menyebut jenis hadits ini sebagai jenis hadits yang
paling rumit dan hanya orang yang mendapatkan karunia pengetahuan yang luas
dari Allah yang bisa memahaminya.
Hal tersebut
karena untuk menemukan illat (cacat) yang terkandung dalam
hadits ini membutuhkan pengetahuan yang luas dan ingatan yang kuat tentang
sanad, matan, urutan dan derajat perawi hadits. Contoh yang terdapat pada
sanad:
ما رواه يلى بن عبيد عن سفيان الثورى عن عمر بن دينار عن ابن عمر, قال رسول الله ص م: البيعان بالخيار مالم يتفرقا
حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ قَالَ سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا أَوْ يَكُونَ بَيْعَ خِيَارٍ(مسند أحمد)
Matan hadits
di atas shahih, tetapi sanadnya memiliki illat. Seharusnya bukan dari Amr
ibn Dinar, melainkan dari Abdullah bin Dinar.
2.8. Cara Mengetahui ’Illat Dalam
Matan Hadist.
Illat dapat diketahui dengan cara mengumpulkan jalur-jalur
hadits dan meneliti perbedaaan perawinya, kekuatan ingatan dan kepintaran
mereka (dhabit). Ukuran yang dipergunakan dalam
analisis syududz adalah dengan menggunakan dalil aql (rasio), ijma’ dan
al-Qur’an.
2.9. Pengertian
Syadz
Dalam bukunya Ulumul Hadist, Abdul
Majid Khon menyebutkan bahwa dari segi bahasa syadz sama dengan mayoritas.
Sedangkan menurut Prof. Dr. TM. Hasybi
Ash-siddiqy dalam bukunya Pokok-Pokok Ilmu Diroyah Hadis Jilid I Syadz pada
lughot berarti: orang yang terasing, tersendiri dari jama’ah ramai.
Dari segi istilah ada beberapa pendapat, yaitu sebagi berikut:
·
Periwayatan orang
tsiqoh menyalahi periwayatan orang yang lebih tsiqoh.
·
Periwayatan seorang
tsiqoh sendirian dari orang-ornag yang tsiqoh lain.
·
Periwayatan
seorang perawi secara sendirian baik ia tsiqoh atau tidak, baik ia menyalahi
periwayatan yang lain atau tidak. Sedangkan ta’rief hadits syadz menurut lughat
dalam buku Pokok-Pokok Ilmu Dirayah Hadits, adalah: orang yang terasing,
tersendiri dari jama’ah ramai.
Pada ‘uruf
ahli fikih, ialah:”Pendapat yang hanya dikatakan oleh seorang saja, sedang
orang ramai menyalahi pendpatnya itu.”
Pada ‘uruf
ahli hadis, ialah:
“Hadis yang
diriwayatkan oleh seorang yang kepercayaan (orang tsiqoh) yang riwayatnya berlawanan
dengan riwyat orang banyak yang kepercayaan pula, baik dengan menambah, atau
dengan mengurangi.”
Al-Hakim
berkata:
“hadis yang
diriwayatkan oleh seorang yang kepercayaan, padahal tiada mempunyai sesuatu
mutabi’. (yakni tiada mempunyai sesuatu jalan yang lain yang menguatkan riwayat
itu).”
Dan syadz
itu berbeda dengan mu’allal. Mu’allal diketahui ‘illatnya yang menunjukkan
kepada telah terjadi waham padanya, sedangkan syadz tidak diketahui ‘illatnya,
tetapi orang yang menelitikan hadis itu terasa bahwa pada hadis itu ada sesuatu
kesalahan.
Al-Hafidz ibnu Hajar Al-Asqalani mengatakan bahwa:” hadis syadz ini lebih sukar diketahui dari hadis mu’allal. Karena itu tidak dapat diketahuinya, melainkan oleh orang-orang yang sungguh-sungguh ilmunya dalam bidang hadis.
Al-Hafidz ibnu Hajar Al-Asqalani mengatakan bahwa:” hadis syadz ini lebih sukar diketahui dari hadis mu’allal. Karena itu tidak dapat diketahuinya, melainkan oleh orang-orang yang sungguh-sungguh ilmunya dalam bidang hadis.
2.10. Contoh Hadits Syadz
Sebagaimana
hadis dha’if, syadz dapat terjadi pada sanad dan bisa terjadi pada matan.
Contoh syadz pada sanad.
Hadis
yang diriwayatkan at-Tirmidzi, an-Nasa’I, dan Ibnu majah melalui jalur Ibnu
Unaynah dari Amr bin Dinar dari Aisyah dari Ibnu Abbas, bahwa seorang laki-laki
wafat pada masa Rasulullah saw. Dan tidak meninggalkan pewaris kecuali budak
yang ia merdekakannya. Nabi bertanya: “apakah ada seorang yang menjadi
pewarisnya?” Mereka menjawab, “Tidak, kecuali seorang budak yang telah
dimerdekakannya, kamudian Nabi menjadikannya sebagai pewaris baginya.”
Hammad
bin Zaid (seorang tsiqoh, adil dan dhabit) juga meriwayatkan hadis di atas dari
Amr bin Dinnar dari Ausajah, tetapi tidak menyebutkan Ibnu Abbas. Maka periwayatan
Hammad bin Zaid syadz, sedang periwayatan ibnu Unaynah Mahfudz.
Contoh
syadz pada matan, hadits yang diriwayatkan Abu Dawud dan at-Tirmidzi melalui
Abdul Wahid bin Zayyad dari Al-A’masy adri Abu Shalih dari Abu Hurairoh secara
marfu’ (Rasulullah saw. Bersabda): “Jika telah shalat dua rakaat fajar salah
seorang diantara kamu hendaklah tiduran pada lambung kanan.”
Al-Baihaqi
berkata: periwayatan Abdul Wahid bin Zayyad adalah Syadz karena menyalahi
mayoritas perawi yang meriwayatkan dari segi perbuatan nabi bukan sabda beliau.
Abdul Wahid menyendiri diantata perawi tsiqoh.
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Pada materi
hadits dhaif, dapat kita petik kesimpulan bahwa kajian ke-islaman itu sangatlah
luas. Menunjukkan betapa maha kuasanya Allah dalam memberikan kepahaman
terhadap hamba-hambanya. Hadits dhoif merupakan hadits yang di dalamnya tidak
terdapat syarat-syarat hadits shohih dan syarat-syarat hadits hasan. Hadits
dhoif ini memilki penyebeb mengapa bisa tertolak di antaranya dengan
sebab-sebab dari segi sanad dan juga dari segi matan.
3.2. Saran
Dari uraian diatas maka penulis menyadari bahwa banyak terdapat
kesalahan dan kekurangan, untuk itu pemakalah mohon kritikan dan saran yang
sifatnya konstruktif demi kesempurnaan makalah ini.
Tags:
hadits