BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lahirnya agama Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW, pada abad ke-7 M,
menimbulkan suatu tenaga penggerak yang luar biasa, yang pernah dialami oleh
umat manusia. Islam merupakan gerakan raksasa yang telah berjalan sepanjang
zaman dalam pertumbuhan dan perkembangannya.
Masuk dan berkembangnya Islam ke
Datangnya Islam ke
Kegiatan pendidikan Islam di Aceh lahir, tumbuh dan berkembang bersamaan dengan
berkembangnya Islam di Aceh. Konversi massal masyarakat kepada Islam pada masa
perdagangan disebabkan oleh Islam merupakan agama yang siap pakai, asosiasi
Islam dengan kejayaan, kejayaan militer Islam, mengajarkan tulisan dan hapalan,
kepandaian dalam penyembuhan dan pengajaran tentang moral.(Musrifah,2005: 20).
Konversi massal masyarakat kepada Islam pada masa kerajaan Islam di Aceh
tidak lepas dari pengaruh penguasa kerajaan serta peran ulama dan pujangga.
Aceh menjadi pusat pengkajian Islam sejak zaman Sultan Malik Az-Zahir berkuasa,
dengan adanya sistem pendidikan informal berupa halaqoh. Yang pada
kelanjutannya menjadi sistem pendidikan formal. Dalam konteks inilah, pemakalah
akan membahas tentang pusat pengkajian Islam pada masa Kerajaan Islam dengan
membatasi wilayah bahasan di daerah Aceh, dengan batasan masalah, pengertian
pendidikan Islam, masuk dan berkembangnya Islam di Aceh, dan pusat pengkajian
Islam pada masa tiga kerajaan besar Islam di Aceh.
1.2. Rumusan Masalah
Adapaun rumusan masalah dalam penyusunan makalah ini adalah sebagai
berikut :
1.
Bagaimana proses masuknya islam pada
masa kerjaan di aceh ?
2.
factor-faktor apa yang mempermudah
masuknya islam pada masa kerajaan di aceh ?
3.
Bagaimana pendidikan islam pada
masa kerajaan di Aceh ?
4.
Dimanakah tempat-temat pusat
pengkajian islam pada masa kerajaan di Aceh
?
1.3. Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
Untuk mengetahui proses masuknya
islam pada masa kerjaan di aceh
2.
Untuk mengetahui Factor-faktor yang mempermudah masuknya islam
di
3.
Untuk mengetahui Perkembagan pendidikan islam di daerah aceh
pada masa kerajaan.
4.
Untuk mengetahui tempat-temat
pusat pengkajian islam pada masa kerajaan di Aceh.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pendidikan Islam
Secara
etimologis pendidikan diterjemahkan ke dalam bahasa Arab “Tarbiyah” dengan kata
kerjanya “Robba” yang berarti mengasuh, mendidik, memelihara.(Zakiyah Drajat,
1996: 25) Menurut pendapat ahli, Ki Hajar Dewantara pendidikan adalah tuntutan
di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, maksudnya pendidikan adalah menuntun segala
kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan
sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang
setinggi-tingginya. (Hasbullah,2001: 4)
Pendidikan
adalah segala usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan anak-anak untuk
memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan. (Ngalim
Purwanto, 1995:11). HM. Arifin menyatakan, pendidikan secara teoritis
mengandung pengertian “memberi makan” kepada jiwa anak didik sehingga
mendapatkan kepuasan rohaniah, juga sering diartikan dengan menumbuhkan kemampuan
dasar manusia.(HM.Arifin,2003:22)
Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Bab 1 pasal 1 ayat
1, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. (UU
Sisdiknas No. 20, 2003)
Pendidikan memang sangat berguna bagi setiap individu. Jadi, pendidikan
merupakan suatu proses belajar mengajar yang membiasakan warga masyarakat
sedini mungkin menggali, memahami, dan mengamalkan semua nilai yang disepa kati
sebagai nilai terpuji dan dikehendaki, serta berguna bagi kehidupan dan
perkembangan pribadi, masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan Islam menurut Zakiah Drajat
merupakan pendidikan yang lebih banyak ditujukan kepada perbaikan sikap mental
yang akan terwujud dalam amal perbuatan, baik bagi keperluan diri sendiri
maupun orang lain yang bersifat teoritis dan praktis. (Zakiah
Drajat,1996: 25) Dengan demikian, pendidikan Islam berarti
proses bimbingan dari pendidik terhadap perkembangan jasmani, rohani, dan akal
peserta didik ke arah terbentuknya pribadi muslim yang baik (Insan Kamil).
2.1.1. Pusat Pengkajian Islam Pada Masa Kerajaan Islam di Aceh
a. Masuk dan Berkembangnya Islam di Aceh
Hampir semua ahli sejarah menyatakan bahwa dearah Indonesia yang
mula-mula di masuki Islam ialah daerah Aceh.(Taufik Abdullah, 1983: 4).
Berdasarkan kesimpulan seminar tentang masuknya Islam ke Indonesia yang
berlangsung di Medan pada tanggal 17 – 20 Maret 1963, yaitu:
-
Islam untuk pertama kalinya telah masuk ke
Indonesia pada abad ke-7 M, dan langsung dari Arab.
-
Daerah yang pertama kali didatangi
oleh Islam adalah pesisir Sumatera, adapun kerajaan Islam yang pertama adalah
di Pasai.
-
Dalam proses pengislaman
selanjutnya, orang-orang Islam Indonesia ikut aktif mengambil peranan dan
proses penyiaran Islam dilakukan secara damai.
-
Keterangan Islam di Indonesia,
ikut mencerdaskan rakyat dan membawa peradaban yang tinggi dalam membentuk
kepribadian bangsa Indonesia.(Taufik Abdullah, 1983: 5)
Masuknya Islam ke Indonesia ada yang mengatakan dari India, dari Persia, atau
dari Arab. (Musrifah, 2005: 10-11). Dan jalur yang digunakan adalah:
a. Perdagangan, yang mempergunakan sarana pelayaran
b. Dakwah, yang dilakukan oleh
mubaligh yang berdatangan bersama para pedagang, para mubaligh itu bisa
dikatakan sebagai sufi pengembara.
c. Perkawinan, yaitu perkawinan
antara pedagang muslim, mubaligh dengan anak bangsawan
d. Pendidikan. Pusat-pusat
perekonomian itu berkembang menjadi pusat pendidikan dan penyebaran Islam.
e. Kesenian. Jalur yang banyak
sekali dipakai untuk penyebaran Islam terutama di Jawa adalah seni.
Bentuk agama Islam itu sendiri mempercepat penyebaran Islam, apalagi
sebelum masuk ke Indonesia telah tersebar terlebih dahulu ke daerah-daerah
Persia dan India, dimana kedua daerah ini banyak memberi pengaruh kepada
perkembangan kebudayaan Indonesia. Dalam perkembangan agama Islam di daerah
Aceh, peranan mubaligh sangat besar, karena mubaligh tersebut tidak hanya
berasal dari Arab, tetapi juga Persia, India, juga dari Negeri sendiri.
1. Letaknya sangat strategis dalam hubungannya dengan jalur
Timur Tengah dan Tiongkok.
2. Pengaruh Hindu – Budha dari Kerajaan Sriwijaya di Palembang
tidak begitu berakar kuat dikalangan rakyat Aceh, karena jarak antara Palembang
dan Aceh cukup jauh.(A.Mustofa, Abdullah, 1999: 53)
Sedangkan
Hasbullah mengutip pendapat Prof. Mahmud Yunus, memperinci faktor-faktor yang
menyebabkan Islam dapat cepat tersebar di seluruh Indonesia (Hasbullah, 2001:
19-20), antara lain:
a. Agama Islam tidak sempit dan berat melakukan
aturan-aturannya, bahkan mudah ditiru
oleh segala golongan umat manusia,
bahkan untuk masuk agama Islam saja cukup dengan
mengucap dua kalimah syahadat saja
b. Sedikit
tugas dan kewajiban Islam
c. Penyiaran
Islam itu dilakukan dengan cara berangsur-angsur sedikit demi sedikit.
d. Penyiaran
Islam dilakukan dengan cara bijaksana.
e. Penyiaran
Islam dilakukan dengan perkataan yang mudah dipahami umum, dapat dimengerti
oleh golongan bawah dan golongan atas.
Konversi
massal masyarakat Nusantara kepada Islam pada masa perdagangan terjadi karena
beberapa sebab (Musrifah, 2005: 20-21), yaitu:
1. Portilitas
(siap pakai) sistem keimanan Islam.
2. Asosiasi Islam dengan kekayaan.
Ketika penduduk pribumi Nusantara bertemu dan berinteraksi dengan orang muslim
pendatang di pelabuhan, mereka adalah pedagang yang kaya raya. Karena kekayaan
dan kekuatan ekonomi, mereka bisa memainkan peranan penting dalam bidang
politik dan diplomatik.
3. Kejayaan militer. Orang muslim
dipandang perkasa dan tangguh dalam peperangan.
4. Memperkenalkan tulisan. Agama
Islam memperkenalkan tulisan ke berbagai wilayah Asia Tenggara yang sebagian
besar belum mengenal tulisan.
5. Mengajarkan penghapalan
Al-Qur’an. Hapalan menjadi sangat penting bagi penganut baru, khususnya untuk
kepentingan ibadah, seperti sholat.
6. Kepandaian dalam penyembuhan.
Tradisi tentang konversi kepada Islam berhubungan dengan kepercayaan bahwa
tokoh-tokoh Islam pandai menyembuhkan. Sebagai contoh, Raja Patani menjadi
muslim setelah disembuhkan dari penyakitnya oleh seorang Syaikh dari Pasai.
7. Pengajaran tentang moral. Islam
menawarkan keselamatan dari berbagai kekuatan jahat dan kebahagiaan di akhirat
kelak.
Melalui faktor-faktor dan sebab-sebab tersebut, Islam cepat
tersebar di seluruh Nusantara sehingga pada gilirannya nanti, menjadi agama
utama dan mayoritas negeri ini.
2.1.2. Pusat Keunggulan Pengkajian Islam
Pada Tiga Kerajaan Islam di Aceh.
1. Zaman Kerajaan Samudra Pasai
Kerajaan Islam
pertama di
Pada tahun 1345,
Ibnu Batutah dari Maroko sempat singgah di Kerajaan Pasai pada zaman
pemerintahan Malik Az-Zahir, raja yang terkenal alim dalam ilmu agama dan
bermazhab Syafi’i, mengadakan pengajian sampai waktu sholat Ashar dan fasih
berbahasa Arab serta mempraktekkan pola hidup yang sederhana. (Zuhairini,et.al,
2000: 135). Keterangan Ibnu Batutah tersebut dapat ditarik kesimpulan
pendidikan yang berlaku di zaman kerajaan Pasai sebagai berikut:
a. Materi pendidikan dan pengajaran agama bidang syari’at
adalah Fiqh mazhab Syafi’i
b. Sistem
pendidikannya secara informal berupa majlis ta’lim dan halaqoh
c. Tokoh
pemerintahan merangkap tokoh agama
d. Biaya
pendidikan bersumber dari negara.(Zuhairini, et.al., 2000: 136)
Pada zaman
kerajaan Samudra Pasai mencapai kejayaannya pada abad ke-14 M, maka pendidikan
juga tentu mendapat tempat tersendiri. Mengutip keterangan Tome Pires, yang
menyatakan bahwa “di Samudra Pasai banyak terdapat
Menurut Ibnu Batutah juga, Pasai pada abad ke-14 M, sudah merupakan pusat
studi Islam di Asia Tenggara, dan banyak berkumpul ulama-ulama dari
negara-negara Islam. Ibnu Batutah menyatakan bahwa Sultan Malikul Zahir adalah
orang yang cinta kepada para ulama dan ilmu pengetahuan. Bila hari jum’at tiba,
Sultan sembahyang di Masjid menggunakan pakaian ulama, setelah sembahyang
mengadakan diskusi dengan para alim pengetahuan agama, antara lain: Amir
Abdullah dari
2. Kerajaan Perlak
Kerajaan Islam kedua di
Kerajaan
Islam Perlak juga memiliki pusat pendidikan Islam Dayah Cot Kala. Dayah
disamakan dengan Perguruan Tinggi, materi yang diajarkan yaitu bahasa Arab,
tauhid, tasawuf, akhlak, ilmu bumi, ilmu bahasa dan sastra Arab, sejarah dan
tata negara, mantiq, ilmu falaq dan filsafat. Daerahnya kira-kira dekat Aceh
Timur sekarang. Pendirinya adalah ulama Pangeran Teungku Chik M.Amin, pada
akhir abad ke-3 H, abad 10 M. Inilah pusat pendidikan pertama.
Rajanya
yang ke enam bernama Sultan Mahdum Alaudin Muhammad Amin yang memerintah antara
tahun 1243-1267 M, terkenal sebagai seorang Sultan yang arif bijaksana lagi
alim. Beliau adalah seorang ulama yang mendirikan Perguruan Tinggi Islam yaitu
suatu Majlis Taklim tinggi dihadiri khusus oleh para murid yang sudah alim.
Lembaga tersebut juga mengajarkan dan membacakan kitab-kitab agama yang
berbobot pengetahuan tinggi, misalnya kitab Al-Umm karangan Imam
Syafi’i.(A.Mustofa, Abdullah, 1999: 54)
Dengan demikian pada kerajaan Perlak ini proses pendidikan
Islam telah berjalan cukup baik.
3. Kerajaan Aceh Darussalam
Proklamasi kerajaan Aceh Darussalam adalah hasil peleburan kerajaan Islam
Aceh di belahan Barat dan Kerajaan Islam Samudra Pasai di belahan Timur. Putra Sultan
Abidin Syamsu Syah diangkat menjadi Raja dengan Sultan Alaudin Ali Mughayat
Syah (1507-1522 M).
Bentuk teritorial yang terkecil dari susunan pemerintahan
Kerajaan Aceh adalah Gampong (Kampung), yang dikepalai oleh seorang Keucik dan
Waki (wakil). Gampong-gampong yang letaknya berdekatan dan yang penduduknya
melakukan ibadah bersama pada hari jum’at di sebuah masjid merupakan suatu
kekuasaan wilayah yang disebut mukim, yang memegang peranan pimpinan mukim
disebut Imeum mukim.(M. Ibrahim, et.al., 1991: 75)
Jenjang pendidikan yang ada di Kerajaan Aceh Darussalam
diawali pendidikan terendah Meunasah (Madrasah). Yang berarti tempat belajar
atau sekolah, terdapat di setiap gampong dan mempunyai multi fungsi antara
lain:
-
Sebagai tempat belajar Al-Qur’an
- Sebagai Sekolah Dasar, dengan
materi yang diajarkan yaitu menulis dan membaca huruf Arab, Ilmu agama, bahasa
Melayu, akhlak dan sejarah Islam.
Fungsi
lainnya adalah sebagai berikut:
- Sebagai tempat ibadah sholat 5 waktu untuk kampung itu.
- Sebagai
tempat sholat tarawih dan tempat membaca Al-Qur’an di bulan puasa.
- Tempat
kenduri Maulud pada bulan Mauludan.
- Tempat
menyerahkan zakat fitrah pada hari menjelang Idhul Fitri atau bulan puasa
- Tempat
mengadakan perdamaian bila terjadi sengketa antara anggota kampung.
- Tempat
bermusyawarah dalam segala urusan
- Letak meunasah harus berbeda dengan
letak rumah, supaya orang segera dapat mengetahui mana yang rumah atau meunasah
dan mengetahui arah kiblat sholat. (M. Ibrahim, 1991: 76)
Selanjutnya sistem pendidikan di Dayah (Pesantren)
seperti di Meunasah tetapi materi yang diajarkan adalah kitab Nahu, yang
diartikan kitab yang dalam Bahasa Arab, meskipun arti Nahu sendiri adalah tata
bahasa (Arab). Dayah biasanya dekat masjid, meskipun ada juga di dekat Teungku
yang memiliki dayah itu sendiri, terutama dayah yang tingkat pelajarannya sudah
tinggi. Oleh karena itu orang yang ingin belajar nahu itu tidak dapat belajar
sambilan, untuk itu mereka harus memilih dayah yang agak jauh sedikit dari
kampungnya dan tinggal di dayah tersebut yang disebut Meudagang. Di dayah telah
disediakan pondok-pondok kecil mamuat dua orang tiap rumah. Dalam buku karangan
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, istilah Rangkang merupakan
madrasah seringkat Tsanawiyah, materi yang diajarkan yaitu bahasa Arab, ilmu
bumi, sejarah, berhitung, dan akhlak. Rangkang juga diselenggarakan disetiap
mukim. (Hasbullah, 2001: 32). Bidang pendidikan di kerajaan Aceh Darussalam
benar-benar menjadi perhatian. Pada saat itu terdapat lembaga-lembaga negara
yang bertugas dalam bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan yaitu:
1. Balai Seutia Hukama, merupakan
lembaga ilmu pengetahuan, tempat berkumpulnya para ulama, ahli pikir dan
cendikiawan untuk membahas dan mengembangkan ilmu pengetahuan.
2. Balai Seutia Ulama, merupakan
jawatan pendidikan yang bertugas mengurus masalah-masalah pendidikan dan
pengajaran.
3. Balai Jama’ah Himpunan Ulama,
merupakan kelompok studi tempat para ulama dan sarjana berkumpul untuk bertukar
fikiran membahas persoalan pendidikan dan ilmu pendidikannya.
Aceh pada saat itu merupakan sumber ilmu pengetahuan dengan
sarjana-sarjanaya yang terkenal di dalam dan luar negeri. Sehingga banyak orang
luar datang ke Aceh untuk menuntut ilmu, bahkan ibukota Aceh Darussalam
berkembang menjadi
Kerajaan Aceh telah menjalin suatu hubungan persahabatan dengan kerajaan
Islam terkemuka di Timur Tengah yaitu kerajaan Turki. Pada masa itu banyak pula
ulama dan pujangga-pujangga dari berbagai negeri Islam yang datang ke Aceh.
Tokoh pendidikan agama Islam lainnya yang berada di kerajaan Aceh adalah
Hamzah Fansuri. Ia merupakan seorang pujangga dan guru agama yang terkenal
dengan ajaran tasawuf yang beraliran wujudiyah. Diantara karya-karya Hamzah
Fansuri adalah Asrar Al-Aufin, Syarab Al-Asyikin, dan Zuiat Al-Nuwahidin.
Sebagai seorang pujangga ia menghasilkan karya-karya, Syair si burung pungguk,
syair perahu.
Ulama penting lainnnya adalah Syamsuddin As-Samathrani atau lebih dikenal
dengan Syamsuddin Pasai. Ia adalah murid dari Hamzah Fansuri yang mengembangkan
paham wujudiyah di Aceh. Kitab yang ditulis, Mir’atul al-Qulub, Miratul Mukmin
dan lainnya.
Ulama dan pujangga lain yang pernah datang ke kerajaan Aceh ialah Syekh
Nuruddin Ar-Raniri. Ia menentang paham wujudiyah dan menulis banyak kitab
mengenai agama Islam dalam bahasa Arab maupun Melayu klasik. Kitab yang
terbesar dan tertinggi mutu dalam kesustraan Melayu klasik dan berisi tentang
sejarah kerajaan Aceh adalah kitab Bustanul Salatin.
Pada masa kejayaan kerajaan Aceh, masa Sultan Iskandar Muda
(1607-1636) oleh Sultannya banyak didirikan masjid sebagai tempat beribadah
umat Islam, salah satu masjid yang terkenal Masjid Baitul Rahman, yang juga
dijadikan sebagai Perguruan Tinggi dan mempunyai 17 daars (fakultas).
Dengan melihat banyak para ulama dan pujangga yang datang ke Aceh, serta
adanya Perguruan Tinggi, maka dapat dipastikan bahwa kerajaan Aceh menjadi
pusat
studi Islam. Karena faktor agama Islam merupakan salah satu faktor yang sangat
mempengaruhi kehidupan masyarakat Aceh pada periode berikutnya. Menurut B.J.
Boland, bahwa seorang Aceh adalah seorang Islam.(M.Ibrahim,et.al., 1991: 89)
BAB III
KESIMPULAN
Pendidikan
merupakan suatu proses belajar mengajar yang membiasakan kepada warga
masyarakat sedini mungkin untuk menggali, memahami dan mengamalkan semua nilai
yang disepakati sebagai nilai yang terpujikan dan dikehendaki, serta berguna
bagi kehidupan dan perkembangan ciri pribadi, masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan Islam sendiri adalah proses bimbingan terhadap peserta didik ke arah
terbentuknya pribadi muslim yang baik (insan kamil)
Keberhasilan
dan kemajuan pendidikan di masa kerajaan Islam di Aceh, tidak terlepas dari
pengaruh Sultan yang berkuasa dan peran para ulama serta pujangga, baik dari
luar maupun setempat, seperti peran Tokoh pendidikan Hazah Fansuri, Syamsudin As-Sumatrani,
dan Syaeh Nuruddin A-Raniri, yang menghasilkan karya-karya besar sehingga
menjadikan Aceh sebagai pusat pengkajian Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Taufik. Ed. Agama dan
Perubahan Sosial, Jakarta : CV. Rajawali, 1983
Arifin, HM., Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2003
Drajat, Zakiah, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 1996
Gunawan, Ary H, Sosiologi Pendidikan, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2000
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada, 2001, cet. 4
Ibrahim, M, et.al., Sejarah Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh, Jakarta : CV.
Tumaritis, 1991, cet 2
Mustofa.A, aly, Abdullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Untuk Fakultas
Tarbiyah, Bandung : CV. Pustaka Setia, 1999
Purwanto, M. Ngalim, Ilmu Pendidikan Teoritis, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya,1992
Redaksi Penerbit Asa Mandiri, Standar Nasional Pendidikan (NSP), Jakarta: Asa
Mandiri, 2006
Sunanto, Musrifah, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada, 2005
Tafsir, Ahmad, Sumbangan Islam Kepada Ilmu dan Kebudayaan, Bandung : Pustaka,
1986
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah II, Jakarta :
PT. Raja Grafindo Persada, 1993
Zauharini, et.al., Sejarah Pendidikan Islam,