ISTILAH-ISTILAH
DALAM ILMU HADITS
1.
Hadits, Atsar dan Matan
Ashal
arti hadits ialah omongan, perkataan, ucapan dan sebangsanya. Ghalibnya
terpakai untuk perkataan Nabi SAW. Jika disebut hadits Nabi, maka maksudnya
adalah sabda Nabi SAW. Misalnya disebut hadits Anas, maka maksudnya ialah
hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Anas. Sering juga dikatakan Hadits Bukhari,
maka maksudnya ialah Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Bukhari di dalam
kitabnya. Ada pun lafazh hadits yang diucapkan oleh Nabi SAW dinamakan matan
hadits atau isi hadits. Sedang Atsar ialah perkataan sahabat sebagaimana hadits
perkataan Nabi SAW, namun diucapkan oleh sahabat Nabi SAW, terkadang omongan
dari sahabat dikatakan riwayat.
2.
Gambaran Sanad
Sabda
Nabi SAW didengar oleh sahabat (seorang atau lebih), kemudian mereka (sahabat)
sampaikan kepada tabi’in (seorang atau lebih). Kemudian tabi’in sampaikan
kepada orang-orang generasi berikutnya. Demikianlah seterusnya, hingga dicatat
hadits-hadits tersebut oleh Imam-Imam ahli hadits, seperti Malik, Ahmad,
Bukhari , Muslim, Abu Dawud, dan lain-lain. Demikian inilah gambaran sanad.
Contohnya,
ketika meriwayatkan hadits Nabi SAW, Bukhari berkata bahwa hadits ini
disampaikan kepada saya melalui seseorang, namanya A. Dan A berkata,
disampaikan kepada saya dari B. B berkata, disampaikan kepada saya dari C, dan
seterusnya sampai G (misalnya). G berkata bahwa diucapkan kepada saya dari Nabi
SAW.
Maka
menurut contoh ini, antara Nabi SAW dan Bukhari sanadnya ada 7 orang (A – G).
Tentu dalam sebuah sanad, tidak selalu ada 7 orang perantara, karena bisa
kurang dan bisa lebih, di atas tadi sekedar contoh.
3.
Rawi, Sanad dan Mudawwin
Tiap-tiap
orang dari A sampai G yang tersebut pada contoh diatas dinamakan Rawi, yakni
yang meriwayatkan hadits. Adapun kumpulan rawi-rawi tersebut dinamakan Sanad,
yakni sandaran, jembatan, titian, atau jalan yang menyampaikan sesuatu hadits
kepada kita. Sanad terkadang disebut juga isnad. Adapun Mudawwin artinya
pembuku, pencatat, pendaftar, yaitu orang alim yang mencatat/membukukan
hadits-hadits Nabi shallallahu alaihi wasallam, seperti : Malik, Ahmad,
Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dll.
4.
Shahabi (Shahabat) dan tabi’i
G
yang mendengar hadits dari Nabi SAW seperti contoh nomor 2 tersebut adalah
sahabi (sahabat), dan F yang mendengar hadits dari G dan tidak berjumpa dengan
Nabi SAW disebut tabi’i.
5.
Awal dan Akhir Sanad
Menurut
para ahli hadits, ada awal dan akhir dalam sebuah sanad. Awal sanad adalah A
dan akhir sanad adalah G. Jadi, orang yang memberitahu mudawwin (Bukhari,
Muslim, dll) dinamakan awal sanad, dan G adalah akhir sanad.
6.
Sifat-sifat Rawi
Tiap-tiap
orang dari rawi sebuah hadits haruslah mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
a.
Bukan pendusta
b.
Tidak dituduh sebagai pendusta
c.
Tidak banyak salahnya
d.
Tidak kurang ketelitiannya
e.
Bukan fasiq
f.
Bukan orang yg banyak keraguan
g.
Bukan ahli bid’ah
h.
Kuat hafalannya
i.
Tidak sering menyalahi rawi-rawi yang kuat
j.
Terkenal (dikenal oleh sedikitnya 2 orang ahli hadits di jamannya)
7.
Bagaimana mengetahui sifat-sifat rawi ?
Setiap
rawi haruslah dikenal oleh sedikitnya 2 orang ahli hadits di zamannya
masing-masing. Sifat masing-masing rawi pun hendaknya diterangkan oleh ahli
hadits di masing-masing masanya. Semua rawi-rawi hadits dari zaman Nabi SAW
hingga zamannya mudawwin dicatat para Imam ahli hadits di zamannya
masing-masing dan telah ada di kitab-kitab mereka dari zaman sahabi hingga
zaman tabi’i dan generasi dibawahnya. Tiap ulama ahli hadits di suatu masa
telah mencatat tarikh lahir dan wafat para rawi tersebut agar diketahui oleh
orang-orang di bawah mereka. Tidak seorangpun dari rawi-rawi hadits yg terluput
dari catatan para ulama hadits.
Rawi
yang tidak ada catatannya dinamakan majhul (tidak terkenal). Rawi-rawi yang
majhul tidak diterima hadits yang diriwayatkan oleh mereka.
Diantara
kitab yang menerangkan tarikh para rawi adalah sebagai berikut :
01.
Tahdzibuttahdzib (Ibn Hajar) – 12.460 nama rawi
02.
Lisanul mizan (Ibn Hajar) – 15.343 nama rawi
03.
Mizanul I’tidal (Adzdzahabi) – 10.907 nama rawi
04.
Al-I shabah (Ibn Hajar) – 11.279 nama sahabat
05.
Usudul Ghobah (Ibn Al Atsir) – 7.500 nama sahabat
06.
Attarikhul khabir (Imam Bukhari) – 9.048 nama rawi
07.
Al Fihrist (Ibnun Nadim)
08.
Al Badruththoli’ (As Syaukani) – 441 nama rawi
09.
Al Jarh wa atta’dil (Ibn Abi Hatim) – 18.040 nama rawi
10.
Ad Durarul Kaminah (Ibn Hajar) – 5.320 nama rawi. dll
8.
Marfu’
Satu
hadits yang diriwayatkan dari Nabi SAW oleh seorang rawi hingga sampai kepada
ulama Mudawwin (Bukhari, muslim, dll) dinamakan hadits Marfu’, yaitu hadits
yang riwayatnya sampai kepada Nabi SAW. Bila ada seorang ahli hadits mengatakan
bahwa “hadits itu dirafa’kan oleh seorang sahabi”, misalnya Ibn Umar, maka
maksudnya ialah Ibn Umar meriwayatkan hadits tersebut dari Nabi SAW, dan bukan
dari fatwanya sendiri. Jika ada di kitab-kitab para ahli hadits “rafa’kan suatu
hadits”, maka maksudnya untuk menunjukkan bahwa sanadnya sampai kepada Nabi
SAW, dan bukan hanya sampai sahabat saja. Dan bila ada perkataan “tidak sah
rafa’ nya”, maka sanadnya hanya sampai kepada sahabat saja.\
9.
Maushul
Hadits
yang sanadnya sampai kepada Nabi SAW dan tidak putus dinamakan
maushul(muttashilus-sanad), yaitu bersambung (tidak putus sanadnya). Perkataan
maushul ini juga dipakai dapat juga untuk sanad atau riwayat atau atsar sahabat
atau tabi’in yang tidak putus.
10.
Mauquf
Perkataan
sahabat atau anggapan sahabat yang diriwayatkan kepada kita, dinamakan mauquf,
yaitu sanadnya terhenti sampai sahabat saja (tidak sampai ke Nabi SAW).
Perkataan ulama misalnya bahwa hadits itu diwaqafkan oleh Tirmidzi, maka
artinya bahwa Tirmidzi membawakan sanad yang hanya sampai kepada sahabat. Bila
ada ulama yang mengatakan ‘mauqufnya lebih rajih’, maka artinya adalah hadits
tersebut masih diperdebatkan sanadnya apakah ia marfu’ atau mauquf, namun yang
lebih rajih (berat) adalah mauqufnya.
11.
Mursal
Apabila
ada seorang tabi’i yang pastinya tidak bertemu Nabi SAW berkata :”telah
bersabda Nabi SAW…”, maka apa yang diriwayatkan ini dinamakan hadits mursal,
karena hadits tersebut dilangsungkan kepada Nabi SAW tanpa melalui perantara
para sahabat.
12.
Syahid dan Mutabi’
Jika
ada sebuah hadits, misalnya yang diriwayatkan oleh Ibn Abbas, namun ditemukan
juga hadits lain yang maknanya sama namun diriwayatkan oleh sahabat yang lain,
maka hadis ini dinamakan syahid (penyaksi). Namun bila ada sanad lain yang juga
diriwayatkan oleh Ibn Abbas, maka hadits ini dinamakan mutabi’ (yang
mengikuti/pengiring)
13.
Maqthu’
Hadits
yang sanadnya hanya sampai kepada tabi’i atau yang dibawahnya, dinamakan hadis
Maqthu’.
14.
Munqathi’ dan Mu’dhal
Di
dalam satu sanad, jika gugur nama seorang rawi, selain sahabat, atau gugur dua
orang rawi yang tidak berdekatan (maksudnya gugurnya dalam sebuah sanad
berselang), maka sanad tersebut dinamakan munqathi’. Dan jika yang gugur adalah
dua orang rawi yang berdekatan (tidak berselang), maka dinamakan Mu’dhal.
15.
Mudhtharib
Sebuah
hadits yang dibawakan oleh seorang perawi dengan satu rangkaian/sanad, namun
dia bawakan juga dengan sanad lain namun dengan makna yang berbeda. Atau dia
bawakan sebuah hadits dengan satu sanad, namun dia bawakan juga hadits tersebut
dengan sanad yang sama, namun dengan perubahan lafazh. Sehingga tidak dapat
diputuskan mana yang harus digunakan. Ini adalah hadits mudhtharib, artinya
guncang, lantaran tidak tetap.
16.
Maqlub
Maqlub
artinya dibalik atau terbalik. Misalnya, sebuah hadits berbunyi :”tangan dulu
baru lutut”, sementara diriwayatkan oleh orang lain :”lutut dulu baru tangan”.
Oleh karena terbaliknya di matan hadits, maka disebut maqlub fil matan.
Dan
bila dalam sebuah sanad ditemukan nama misalnya Muhammad bin Ali, namun dalam
hadits yang sama ditemukan nama Ali bin Muhammad, maka ini disebut maqlub fil
sanad.
17.
Mudraj
Diantara
lafazh-lafazh hadits yang diriwayatkan dari Nabi SAW, jika ditemukan terdapat
tambahan-tambahan dengan maksud untuk menerangkan, tapi terbukti bukan berasal
dari Nabi SAW, maka tambahan ini dinamakan mudraj. Sementara pekerjaan
menyelipkannya dinamakan Idraj. Idraj dalam matan disebut idraj fil matani. Dan
Idraj dalam sanad disebut idraj fil sanad.
18.
Ma’lul, Mu’allal, Mu’tal
Yaitu
hadits yang terdapat didalamnya cacat yang tersembunyi (Bukan cacat biasa
seperti pada point nomor 6 diatas), cacat ini hanya dapat dibuktikan dengan
ketelitian, dan tidak diketahui selain oleh orang yang benar-benar ahli hadits.
Cacat tersebut dinamakan ‘illat, artinya penyakit.
19.
Mu’allaq
Yaitu
hadits yang diriwayatkan tanpa memakai sanad. Misalnya, “Rasulullah SAW
bersabda…” atau “Diriwayatkan dari Ibn Umar dari Rasulullah SAW…” atau Bukhari
meriwayatkan hadits Rasulullah SAW…”. Hadits mu’allaq ini kadang tidak disebut
sanadnya oleh seorang ahli hadits karena hendak meringkasnya, padahal sanadnya
ada.
20.
Maudhlu’ dan Matruk
Hadits
yang didalam sanadnya terdapat seorang pendusta dinamakan hadits maudhlu. Atau
hadits yang dibuat oleh seseorang, namun dikatakan dari Nabi SAW. Sedang hadits
yg didalam sanadnya terdapat seseorang yg dituduh sebagai pendusta dinamakan
matruk. Orang yang tertuduh juga dikatakan matruk, artinya yang ditinggalkan
/diabaikan.
21.
Sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
Yang
dikatakan sunnah Nabi shallallahu alaihi wasallam itu terdiri dari 3 perkara,
yaitu : Sabdanya, Perbuatannya dan Perbuatan atau perkataan orang lain yang
dibiarkannya. Inilah yang disebut qauluhu, fi’luhu dan wataqriruhu.
22.
Mahfuzh dan Syaadz
Jika
diriwayatkan dua hadits shahih dari Nabi SAW yang seolah-olah artinya
berlawanan, maka yang lebih kuat dinamakan mahfuzh dan yang kurang kuat
dinamakan syaadz.
23.
Ma’ruf dan Munkar
Jika
diriwayatkan dua hadits lemah dari Nabi SAW yang artinya berlawanan, maka yang
lemah dinamakan ma’ruf, sementara yang lebih lemah lagi dinamakan munkar.
24.
Mutawatir, Masyhur, ‘Aziz dan Ahad
Hadits
mutawatir adalah hadits yang memiliki banyak sanadnya (biasanya lebih dari 3).
Hadits Masyhur adalah hadits yang memiliki sekurang-kurangnya 3 sanad).
Hadits
‘aziz adalah hadits yang memiliki sekurang-kurangnya 2 sanad. Sedang Hadits
Ahad adalah hadits yang hanya memiliki 1 sanad.
25.
Hadits Qudsi
Yaitu
firman Allah SWT yang tidak tercantum dalam Al-Qur’an. Diriwayatkan oleh Nabi
SAW namun tidak dimasukkan dalam Al-Qur’an. Dalam hadits qudsi pun juga dikenal
istilah shahih, dha’if dan lain-lain.
26.
Dha’if
Yaitu
sebuah hadits yang tidak dapat memenuhi syarat-syarat hadits shahih, juga
hadits hasan. Hadits menjadi dha’if umunya dikarenakan ketidaksesuaian yang
terdapat di dalam sanad dan matannya.
27.
Shahih dan Hasan
Yaitu
hadits yang seluruh rawi dalam sanadnya sudah memenuhi syarat seperti tercantum
di point 6 diatas. Hadits shahih wajib digunakan sebagai dasar hukum dan amal.
Beberapa hadits shahih walaupun kelihatan seperti bertentangan, namun bila
diteliti akan ditemukan persamaannya, karena tidak mungkin ada 2 hadits shahih
yang bertentangan. Dan, hadits shahih tidak mungkin bertentangan dengan Al-Qur
‘an. Karena tidak mungkin sebuah hadits sanadnya shahih, tapi matannya buruk.
28.
Sifat Rawi Yang Lemah
Sebuah
hadits tidak akan dianggap shahih bila didalam sanadnya terdapat seorang rawi
yang lemah.
Sifat-sifat
lemah tersebut antara lain :
1.
Pendusta, pembohong
2.
pemalsu
3.
lembek
4.
jelek hafalannya/pelupa
5.
munafiq
6.
dan lain-lain
29.
Musnad dan Sunan
Sebuah
kitab yang urutan penulisannya berdasarkan perawi, maka disebut kitab musnad.
Misalnya Kitab musnad Ahmad, maka sistematika penulisannya berdasarkan pasal
perawi, misalnya Pasal Ibn Abbas, Pasal Ibn Umar, dst. Sementara, kitab yang
yang urutannya didasarkan pada fiqh, maka disebut kitab sunan. Misalnya kitab
sunan Abu dawud, maka sistematika penulisannya berdasarkan ilmu fiqh, misalnya
thaharah, shalat, jinayah, dst.
30.
Al Hadits, Al Khabar, Al Atsar
Kebanyakan
para muhaditsin berpendapat bahwa istilah al-hadits, al-khabar, al-atsar, dan
as-sunnah adalah sinonim, meskipun di sana-sini ada ulama yang membedakannya,
namun perbedaan itu tidaklah prinsipil. Misalnya, ada suatu pendapat yang
membedakan bahwa pengertian al-hadits itu hanya terbatas pada apa yang datang
dari Nabi Muhammad saw. saja, sedang al-khabar terbatas pada apa yang datang
dari selainnya. Karena itu, orang yang tekun kepada ilmu hadis saja disebut
dengan muhaddits, sedang orang yg tekun kepada khabar disebut dengan akhbari.
Ada
pula pendapat yang membedakannya dari segi umum dan khusus muthlaq, yakni
tiap-tiap hadits itu khabar, tetapi sebaliknya bahwa tiap-tiap khabar itu dapat
dikatakan hadits. Di samping ada pendapat yang mengatakan bahwa atsar itu ialah
yg datang dari sahabat, tabi’in, dan orang-orang sesudahnya, juga ada pendapat
yag mengatakan bahwa istilah atsar itu lebih umum penggunaannya daripada
istilah hadits dan khabar. Karena, istilah atsar itu mencakup segala berita dan
perilaku para sahabat, tabi’in, dan selainnya. Pada umumnya para muhadditsin
memperkuat alasannya tentang persamaan keempat istilah tersebut dengan
mengemukakan persesuaian maksud dalam pemakaiannya. Misalnya, istilah khabar
mutawatir dipakai juga untuk hadits mutawatir, haditsun nabawi untuk sunnatun
nabawi, dan ahli hadits maupun ahli khabar juga disebut dengan ahli atsar
(al-atsari).
31.
Makna Mudallas dan Mudallis
Mudallas
adalah hadits yang disembunyikan cacatnya. Maksudnya, hadits yang diriwayatkan
melalui sanad yang memberikan kesan seolah-olah tidak ada cacatnya, padahal
sebenarnya ada, baik dalam sanad atau pada gurunya. Maka hadits mudallas ini
ialah hadits yang ditutup-tutupi kelemahan sanadnya. Sedangkan pelakunya
disebut mudallis.
Ada
tiga macam jenis hadits mudallas, yaitu mudallas isnad, mudallas syuyukh dan
mudallas taswiyah.
a.
Mudallas Isnad
Misalnya
seorang muhaddits menyembunyikan nama gurunya yang merupakan satu di antara
perawi dalam rangkaian sanad, lalu langsung menyebutkan perawi yang lebih atas
dari gurunya. Namun adanya lompatan jalur periwatan ini disembunyikan
sedemikian rupa, bahkan dengan tetap memakai ungkapan yang memberikan
pengertian kepada si pendengar bahwa hal itu dinukilnya secara langsung.
Misalnya, suatu hadits diriwayatkan oleh A dari B dari C dan dari D. A tahu
bahwa gurunya, B adalah perawi yang lemah. Bila dicantumkan dalam hadits yang
diriwayatkannya, pastilah hadits itu tidak akan diterima orang lain. Maka A menyembunyikan
keberadaan B dan langsung mengatakan bahwa dia mendengar dari C. Padahal A
tidak pernah bertemu atau meriwayatkan langsung dari C. Meski A tahu bahwa C
itu ‘adil dan dhabith, namun karena A tidak pernah mendengar langsung dari C
kecuali lewat B, maka A berbohong dan mengaku mendengar langsung dari C dan
menghapus B dari daftar perawinya.
b.
Mudallas Syuyukh
Trik
lainnya untuk mengelabuhi adalah dengan tidak menghilangkan nama gurunya,
tetapi gurunya itu digambarkan dengan sifat yang tidak dikenal oleh umumya
kalangan ahli hadits. Misalnya, A tetap mengatakan bahwa dia meriwayatkan
hadits dari B dan dari C dan dari D. Karena A tahu bahwa B itu perawi yang
lemah dan kalau disebutkan secara jelas identitas B akan membuat hadits itu
jadi lemah, maka A tidak secara tegas menyebutkan identitas B dengan nama yang
sudah dikenal kalangan ahli hadits. Misalnya A menyebut nama julukan lain yang
sebenarnya mengacu kepada B, tapi orang lain tidak tahu bahwa yang dimaksud
oleh A dengan julukan itu sebenarnya adalah B.
Kesimpulan
Jadi dapat disimpulkan bahwaadalah
studi tentang interaksi manusia da banyak pembagian hadist, diantaranya adalah
alquran hadist, hadist nabawi, pengertian surah,khabar, asbar dalam ilmu hadist.
Referensi
- Ma’shum
Zein, Muhammad. Ulumul Hadits, Cet.1, Jombang. Darul Hikmah. 2008
- Ahmad,
Muhammad dab Muzakir, Ulumul Hadits, Bandung, CV. Pustaka Setia.
2004
- Abdur
Rahman, Mifdhol, Pengantar Studi Hadits, Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar.2005
Tags:
hadits