Hadits Yang Diterima Dan Ditolak

BAB I
PENDAHULUAN
           
1.1  Latar Belakang
1.Pengertian Hadis Secara Etimologis.
Hadis atau al- hadits menurut bahasa adalah al- jadid yang artinya (sesuatu yang baru) artinya yang berarti menunjukkan kepada waktu yang dekat atau waktu yang singkat seperti حَدِيْثُ العَهْدِ فِى أْلإِسْلَامِ (orang yang baru masuk/ memeluk islam). Hadis juga sering disebut dengan al- khabar, yang berarti berita, yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain, sama maknanya dengan hadis.

2. Pengertian Hadis Secara Terminologi
Sedangkan pengertian hadis menurut istilah (terminologi), Para Ahli memberikan definisi (ta’rif) yang berbeda-beda sesuai dengan latar belakang disiplin ilmunya.

a.       Pengertian hadis menurut Ahli Hadis, ialah:

اَقْوَالُ النبي ص م وافعالهُ وَاَحْوَا لُهُ

Artinya: “Segala perkataan Nabi, perbuatan, dan hal ihwalnya.”
Yang dimaksud dengan hal ihwal ialah segala yang diriwayatkan dari Nabi SAW.

3.Yang berkaitan dengan himmah, karakteristik, sejarah kelahiran,dankebiasaan-kebiasaan.

Ada juga yang memberikan pengertian lain, yakni:

مَاأُضِيْفَ إلى النبي ص م قَولاً أو فِعْلاً أوْتَقْرِيْرًا اَوْ صِفَةً

Artinya: “Sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, maupun sifat beliau”.


            Sebagian Muhaditsin berpendapat bahwa pengertian hadis diatas merupakan pengertian yang sempit. Menurut mereka, hadis mempunyai cakupan pengertian yang lebih luas, tidak terbatas pada apa yang disandarkan kepada Nabi SAW. (hadis marfu’) saja, melainkan termasuk juga yang disandarkan kepada para sahabat (hadis mauquf), dan tabi’in (hadis maqtu’), sebagaimana disebut oleh Al- Tirmisi:
Artinya: “Bahwasanya hadis itu bukan hanya untuk sesuatu yang marfu’, yaitu sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW, melainkan bisa juga untuk sesuatu yang maukuf, yaitu yang disandarkan kepada sahabat dan yang maqtu’ yaitu yang disandarkan kepada tabi’in.”

b. Pengertian hadis menurut para ulama ushul
sementara para ulama ushul memberikan pengertian hadis adalah:

أَقْوَا لُهُ واَفْعَا لُهُ وتََقْرِِيْرَاتُهُ التى تَثْبُتُ الأََ حْكاَمُ و تُقَرَِّرُهاَ

Artinya: “Segala perkataan Nabi SAW, perbuatan, dan taqrirnya yang berkaitan dengan hukum syara’ dan ketetapannya”.

            Berdasarkan pengertian hadis menurut ahli ushul ini jelas bahwa hadis adalah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi Saw. Baik ucapan, perbuatan maupun ketetapan yang berhubungan dengan hukum atau ketentuan-ketentuan Allah yang disyari’atkan kepada manusia. Selain itu tidak bisa dikatakan hadis. Ini berarti bahwa ahli ushul membedakan diri Muhammad sebagai rasul dan sebagai manusia biasa. Yang dikatan hadis adalah sesuatu yang berkaitan dengan misi dan ajaran Allah yang diemban oleh Nabi Muhammad SAW. Sebagai Rasulullah SAW. Inipun, menurut mereka harus berupa ucapan dan perbuatan beliau serta ketetapan-ketetapannya. Sedangkan kebiasaan-kebiasaannya, tata cara berpakaian, cara tidur dan sejenisnya merupakan kebiasaan manusia dan sifat kemanusiaan tidak dapat dikategorikan sebagai hadis.

 1.2 Rumusan Masalah
1. Pengertian hadist secara etimologi dan terminology?
2. Klasifikasi Hadist dari segi di terima dan di tolak?

 1.3 Tujuan
1.  Pembaca mengetahui apa pengertian hadist secara etimologi maupun terminology
2. Pembaca mengetahui klasifikasi hadist berdasarkan dari segi diterimanya hadist tersebut beserta penjelasannya
3. Pembaca mengetahui klasifikasi hadist berdasarkan dari segi ditolaknya hadist tersebut beserta penjelasannya
4.Pembaca bisa mengetahui perbedaan klasifikasi hadist berdasarkan segi diterimanya dan ditolaknya hadist tersbut
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Klasifikasi Hadist dari segi diterimanya hadist tersebut
Pada pembahasan ini kita akan mempelajari macam-macam hadits ditinjau dari sisi diterima (maqbul) dan ditolaknya (mardud). Pembahasan tentang permasalahan ini adalah merupakan inti dari kajian tentang hadits dan di sinilah kadang-kadang para ulama berbeda pendapat tentangnya, baik yang meliputi standar matan maupunstandar rawinya. Sangat salah persangkaan para peneliti modern yang mengatakan bahwa ulama-ulama Islam hanya melakukan kritik hadits dari sisi para perawinya saja. Tetapi para ulama terdahulu benar-benar melakukan sutudi kritis terhadap hadits, baik dari sisi matan maupun perawinya.

A.     SHOHIH
1.Macam-macamnya
a.Shohih Lidzatihi(shohih dengan sendiri)
a)      Definisinya
Yaitu hadits yang sanadnya bersambung yang diriwayatkan oleh orang yang adil, dlobith sempurna dari orang yang sepadan dengannya yang besih dari syad dan illat.

b)      Syarat-syaratnya
·         Sanadnya bersambung, yaitu jika masing-masing para perawinya mendengarkannya langsung dari perawi generasi sebelumnya.

·         Para perawinya adil, yaitu suatu karunia yang diberikan oleh Allah yang membuatnya senantiasa melaksanakan ketakwaan dan menjaga kehormatan (muru’ah).

·         Para perawinya dlobith.
Dlobith ini dibagi menjadi dua, yaitu :
Dlobith shodr (dada) yaitu jika seorang rawi itu mendengarkanya dari gurunya kemudian menghafalkannya dan dapat menyebutkannya kapanpun dia mau.
Dlobith kitab, yaitu jika seorang rawi itu mendengarkannya dari gurunya kemudian dia menulisnya pada sebuah buku yang dimilikinya dan menjaganya dari perubahan dan kerusakan.

·         Bersih dari syadz, yaitu jika riwayatknya tidak berlawanan dengan riwayat orang lain yang lebih tsiqot darinya.

·         Bersih dari illat, yaitu suatu sebab yang terjadi pada sebuah hadits, sehingga mengurangi keshahihannya, walaupun nampak sekilas hadits itu bersih dari illat itu.

c)      Contohnya
Bukhari berkata : “Musaddad bercerita kepada kami, dia berkata : Yahya bin Syu’bah bercerita kepada kami dari Qotadah dari Anas dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bahwa dia berkata : لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ  (“Tidak beriman salah seorang diantara kalian sehingga dia mencintai untuk saudaranya apa yang dia cintai untuk dirinya”).



b.Shohih lighoiri (shohih karena yang lainnya)
a)      Definisinya
Yaitu hadits hasan lidzatihi jika diriwayatkan dari jalur yang lain yang sederajat dengannya atau yang lebih kuat darinya.

b)      Contohnya
Hadits yang diriwayatkan oleh Turmudzi dari jalur Muhammad bin Amru dari Abu Salamah dari Abu Hurairah secara marfu : “لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صَلَاةٍ   (Jika tidak memberatkan ummat, maka aku akan menyuruh mereka untuk bersiwak setiap kali hendak shalat). Hadits ini adalah hasan lidzatihi. Semua perawinya adalah tsiqoh kecuali Muhammad bin Amru. Dia adalah seseorang yang shoduq (sangat jujur)
Hadits ini memiliki jalur yang lain pada riwayat Bukhari dan Muslim dari jalur Abu Zunad dari A’raj dari Abu Hurairah secara marfu’. Maka meningkatlah derajat hadits itu menjadi shohih lighoirihi.

2.      Sanad yang paling shahih
a. secara mutlak
banyak pendapat tentang hal ini. Dna yang benar adalah bahwa tidak dikatakan bahwa suatu sanad itu adalah paling shahih secara mutlak, kecuali jika terbatas pada seorang sahabat atau suatu negeri tertentu.

b.Secara muqayyad (terbatas)
·         terbatas pada seorang sahabat
Sanad yang paling shahih dari Abu Bakar adalah yang diriwayatkan oleh Isma’il dari Khalid dari Qois bin Hazim dari Abu Bakar.
·         terbatas pada penduduk suatu negeri.
Contohnya adalah sanad yang paling shahih dari para penduduk Makkah adalah yang diriwayatkan oleh Sufyan bin Uyainah dari Amru bin Dinar dari Jabir bin Abdullah.

3.Perbedaan perkataan ulama
antara : “Ini adalah hadits yang shahih sanadnya” dan “hadits ini shahih”
Perkataan mereka : “Ini adalah hadits yang shahih sanadnya” menunjukkan bahwa hadits itu shahih dari sisi sanadnya saja. Adapun matannya, kadang-kadang syadz atau ada illatnya. Dan perkataan mereka : “hadits ini shahih” menunjukkan bahwa hadits itu adalah shahih sanad dan matannya.

4.Perkataan mereka : “Ini adalah hadits yang paling shahih pada bab ini”
a.    Ini tidak menunjukkan bahwa hadits itu shahih dengan sendirinya. Tetapi kadang-kadang hadits itu adalah dla’if dan maksud mereka adalah bahwa hadits bahwa hadits itu adalah yang paling kuat dan yang paling sediki kelemahannya atau yang paling baik atau yang paling bagus.
b.    Contohnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Syuraik Al Qodli dari Miqdam bin Syuraih dari bapaknya dari Aisyah bahwa dia berkata : “Barangsiapa yang menceritakan kepada kalian bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam kencing berdiri maka janganlah kalian mempercayainya. Dia tidak kencing kecuali dengan duduk”. (Turmudzi, Nasa’i, Ibnu Majah dan Ath Thayalisi). Turmudzi berkata : “Hadits Aisyah ini adalah yang terbaik dalam bab ini dan paling shahih”. Aku berkata : “Syuraik Al Qodli adalah jelek hafalannya”. Tetapi Sufyan Ats Tsauri menjadi mutabi’nya dari Miqdam bin Syuraih. Diriwayatkan oleh Hakim, Ahmad dan Baihaqi.

5. Perkataan Hakim bahwa hadits ini sesuai dengan syarat syaikhoni
Maksudnya adalah para perawi sanad itu dihukumi shahih sesuai dengan syarat syaikhoni. Bukhari dan Muslim telah meriwayatakn hadits dari mereka di dalam kitab shahihnya.

6.Ulama yang pertama kali menyusun kitab hadits semata
Yaitu Imam Bukhari kemudian Imam Muslim. Dan kedua kitab itu adalah kitab paling sahahih setelah Al Qur’an.

7. Kitab-kitab yang disusun tentang hadits shahih.
a.       Shohih Bukhari
b.      Shohih Muslim
c.       Shohih Ibnu Huzaimah
d.      Shohih Ibnu Hibban
e.       Mustadrak karya Al Hakim
f.        Shohih Ibnus Sakan
g.       Shohih karya Al Albani


B. HASAN
1.Macam-macamnya
a. hasan lidzatihi
1)  Definisinya
Yaitu hadits yang sanadnya bersambung yang diriwayatkan oleh orang yang adil yang berkurang sifat dlobithnya dan bersih dari syadz dan illat.
2)  Syarat-syaratnya
·         Sanadnya bersambung
·         Para perawinya adil
·         Para perawinya dlobith yang tidak mencapai derajat shahih.
·         Bersih dari syadz
·         Bersih dari illat.

3) Contohnya
Hadits yang diriwayatkan oleh Turmudzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan Hakim dari Hasan bin Arafah Al Muharibi dari Muhammad bin Amru dari Abu Salamah dari Abu Hurairah seacra marfu : “Umur-umur ummatku adalah antara enam puluh sampai tujuh puluh tahun. Dan sedikit diantara mereka yang melampaui umur itu”. Para perawinya semuanya tsiqot, kecuali Muhammad bin Amru. Dia adalah shoduq (sangat jujur).

b. hasan lighoirihi
1) definisinya
yaitu hadits yang dlo’if, jika diriwayatkan dari jalur yang lain yang lebih kuat darinya.

2) Contohnya
Hadits yang diriwayatkan oleh Hakim bin Abdul Malik dari Qotadah dari Sa’id bin Musayyib dari Aisyah secara marfu’ : “Allah melaknat kalajengking yang tidak meninggalkan seseorang yang shalat ataupun yang lainnya. Maka bunuhlah dia di tanah halal dan di tanah haram”. (Ibnu Majah). Sanadnya adalah dla’if. Pada sanadnya terdapat Hakam bin Abdul Malik. Dia adalah dlo’if. Syu’bah memberikan mutaba’ah kepadanya dari Qotadah yang diriwayatkan oleh Ibnu Huzaimah di dalam Kitab shahihnya.
 2. kehujjahannya
Dua macam hadits hasan dijadikan sebagai hujjah seperti hadits shahih dan diamalkan. Walaupun hadits hasan ini kekuatannya di bawah hadits shohih.

3.  Perkataan Turmudzi : “Ini adalah hadits hasan yang shahih”, apa maksudnya ?
Ada beberapa pendapat :
a.       hadits itu memiliki dua buah snad yang salah satunya shahih dan satunya hasan.
b.      Dishahihkan oleh beberapa orang dan dihasankan oleh beberapa orang yang lain
c.       Hasan lidzatihi shohih lighoirihi
d.      “Hasan” maksudnya adalah sanadnya dan “shohih” maksudnya adalah yang paling shahih pada bab ini.
e.       Hasan maknanya shahih sanadnya
f.        Suatu tingakatan diantara shahih dan hasan. Ini adalah pendapat Ibnu Katsir dan dibantah oleh Al Iraqi dengan perkataannya : “Pendapatnya itu hanyalah suatu pendapat yang tidak memiliki dasar (tahakkum)”.

2.2 Klasifikasi Hadist dari segi ditolaknya hadist tersebut
A.HADITS DITOLAK KARENA SANADNYA TERPUTUS
Pada pembahasan  ini kita akan mempelajari hadits-hadits dla’if (hadits yang ditolak kehujjahannya) yang disebabkan karena adanya sanad yang terputus di dalamnya. Ini kita bagi menjadi dua, yaitu yang keterputusannya itu jelas dan yang keterputusannya itu sama. Yang keterputusannya jelas dibagi menjadi empat, yaitu hadits munqothi’, hadits mu’adlol, hadits mursal dan hadits mu’allaq. Dan yang keterptusannya samar itu dibagi menjadi dua, yaitu hadits mdallas dan mursal khofi (yang samar).

A.KETERPUTUSAN YANG JELAS

1.HADITS MUNQOTHI’
a.Definisinya
1)  Menurut Bahasa
Yaitu bentuk isim fa’il dari kata الانْقِطَاع . Dikatakan اِنْقَطَعَ الْحَبْلُ يَنْقَطِعُ انْقِطَاعاً فَهُوَ مُنْقَطِعٌ  maksudnya adalah jika tali itu tidak bersambung.
2) Menurut istilah
Ada empat pendapat, yaitu :
a)      Yaitu hadits yang sanadnya terputus satu rawi atau lebih sebelum sahabat, tidak secara berurutan. Ini adalah pendapat kebanyakan ahli hadits dan inilah pendapat yang benar.
b)      Yaitu setiap hadits yang sanadnya tidak bersambung. Ini adalah pendapat para ahli fiqih dan ilmu ushul fiqih serta beberapa kelompok ahli hadits, diantaranya adalah Al Khothib Al baghdadi dan Ibnu Abdil Barr.
c)      Yaitu riwayat yang disandarkan kepada tabi’in dan generasi sesudahnya, baik berupa perkataan atau perbuatannya. Ini adalah pendapat Al Bardaiji. Ibnush Sholah berkata : “Pendapat ini adalah aneh dan jauh dari kebenaran”.
d)      Yaitu perkataan seorang laki-laki dengan tanpa sanad bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah berkata demikian. Ini adalah Pendapat Al Kayya Al Harrasy. Ibnush Sholah berkata : “Tidak ada orang lain selainnya yang berpendapat demikian”.


b.contohnya
Hadits :  إِنَّ مِنْ أَكْمَلِ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَأَلْطَفُهُمْ بِأَهْلِه   “Sesungguhnya diantara kesempurnaan keimanan seseorang adalah yang paling baik akhlaknya dan yang paling lemah lembut kepada keluarganya”. (Ahmad dan Hakim dari jalur Abu Qilabah dari Aisyah secara marfu’. Dan sanadnya adalah munqothi’ karena Abu Qilabah tidak mendengar dari Aisyah).
 cbagaiamanakah keterputusan sanad itu diketahui
Diketahui dengan tidak adanya pertemuan antara perawi dan orang yang diriwayatkan darinya, baik karena dia tidak semasa dengannya atau semasa dengannya, tetapi keduanya tidak pernah bertemu. Yang menegaskan hal ini adalah mengtahui kelahiran-kelahiran dan kematian-kematian para perawi.

d. hukumnya
Hadits ini ditolak karena tidak diketahuinya keadaan rawi yang terbuang dari sanad itu.

2. HADITS MU’ADLOL
a. Definisinya
1) Menurut bahasa
Yaitu bentuk isim maf’ul dari إعْضَال  diaktakan أعْضَلَهُ الأمْرُ يُعْضِلُهُ إعْضَالاً فَهُوَ مُعَضَّلٌ  maknanya adalah menyulitkannya. Dan dikatakan : أعْضَلَ الأمْرُ  maknanya adalah menjadi keras dan sulit. Dan dikatakan : أعْضَلَنِيْ فُلانٌ  maknanya adalah urusan seseorang itu menyuliskan saya.
2) Menurut istilah
Yaitu hadits yang sanadnya terputus dua orang perawi atau lebih secara beruntun.

b. contohnya
Perkataan Imam Malik : “Telah sampai berita kepadaku dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam berkata : “Seorang budak itu berhak mendapatkan makanannya dan pakaiannya dengan cara yang makruf dan dia tidak dibebani pekerjaan kecuali yang dia mampui”. Sanadnya adalah mu’adlol. Karena Imam Malik meriwayatkan dari Abu Hurairah melalui perantara dua orang perawi. Dan keduanya tidak disebutkan di dalam riwayat itu”.

c. hukumnya
Ini termasuk ditolak karena tidak diketahuinya keadaan rawi yang tidak disebutkan dalam sanad itu.

3. HADITS MURSAL
a.Defenisinya
1)  Menurut Bahasa
Yaitu merupakan bentuk isim maf’ul dari kata أرْسَلَ الشَّيْءَ يُرْسِلُهُ إرْسَلاً  maknanya adalah dia memutlakkannya dan tidak memberikan batasan.
2)       Menurut istilah
Ada empat pendapat, yaitu :
a)      Yaitu riwayat tabi’in secara mutlak langsung dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Ini adalah pendapat kebanyakan para ahli hadits, diantaranya adalah Hakim, Ibnu Sholah, Ibnu Hajar dan yang lainnya dan inilah pendapat yang benar.
b)      Yaitu irwayat tabi’in senior dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
c)      Yaitu yang terputus sanadnya ditempat yang manapun dari suatu sanad. Ini adalah pendapat para ahli fiqih dan Ushul Fiqih serta eberapa kelompok ahli hadits, diantaranya adalah Al Khothib Al Baghdadi, Abul Hasan bin Al Qothon dan An Nawawi.
d)      Yaitu hadits yang sahabat dibuang di dalam sanadnya. Ini adalah pendapat Al baiquni. Pendapat ini dikritik.

b. Contohnya

Ibnu Sa’ad berkata di dalam Kitab Ath Thobaqot : “Waki’ bin Al Jarrah memberikan berita kepada kami, A’masy memberikan berita kepada kami dari Abu Sholih bahwa dia berkata : “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Wahai para manusia, sesungguhnya saya adalah rahmat yang memberikan petunjuk”. Abu Sholih As Simani adalah seorang tabi’in.

 c.Kehujjahannya
Para ulama berselisih menjadi tiga buah pendapat, yaitu :
1)       Dapat dijadikan sebagai hujjah secara mutlak. Ini dibatasi jika seorang tabi’in itu tidak meriwayatkan kecuali hanya dari perawi yang tsiqoh saja. Ini adalah pendapat Imam Abu Hanifah dan para pengikutnya, pendapat Imam Malik dan para pengikutnya serta merupakan salah satu riwayat dari Imam Ahmad.
2)       Tidak dapat dijadikan sebagai hujjah secara mutlak. Ini adalah pendapat kebanyakan ulama hadits, diantaranya adalah Muslim bin Al Hajjaj, Abu Hatim, Hakim, Ibnu Sholah, Nawawi dan Ibnu Hajar.
3)       Dapat dijadikan sebagai hujjah jika memenuhi slah satu dari tiga buah kriteria, yaitu :
·         Jika ada yang lainnya yang menyebutkan sanadnya atau ada riwayat lain yang mursal, sedangkan guru keduanya adalah rawi yang shahih.
·         Jika dikuatkan oleh pendapat dari seorang sahabat.
·         Jika dikenal bahwa dia tidak menyebutkan riwayat mursal, kecuali dari orang-orang yang adil. Ini adalah pendapat Imam Syafi’i.

d.Mursal sahabat
1)    Yaitu riwayat seorang sahabat dari seseorang yang tidak diketemuinya atau dia tidak hadir di sana.
2)   Contohnya adalah perkataan Aisyah : “Sesungguhnya wahyu pertama yang datang kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam adalah berupa mimpi yang baik”. (Bukhari dan Muslim).
3)    Apakah riwayat ini dapat dijadikan sebagai hujjah ? Ada dua buah pendapat :
·         Dapat dijadikan sebagai hujjah, karena semua sahabat adalah adil. Ini adalah pendapat kebanyakan para ahli hadits dan inilah pendapat yang benar.
·         Tidak dapat dijadikan sebagai hujjah, kecuali jika dikenal bahwa dia tidak meriwyatkan kecuali hanya dari sahabat yang lain. Ini adalah pendapat beberapa kelompok ahli Ilmu Ushul Fiqih, seperti Abu Ishaq Al Isfarayini.
 4. HADITS MU’ALLAQ
a.Definisinya
1)   Menurut bahasa
Yaitu bentuk isim maf’ul dari kata التَّعْلِيْقُ  . Dikatakan : عَلَّقَ الشَّيْء بِالِشَّيْءِ يُعَلِّقُهُ تَعْلِيْقًافَهُوَ مُعَلَّقٌ  maknanya adalah mengikatnya dengan sesuatu dan menjadikannya tergentung. Sanad ini disebut sebagai mu’allaq karena hanya tersambung dengan bagian atas saja dan terputus dari sisi bawahnya, maka jadilah dia seperti sesuatu yang tergantung di atas langit-langit atau yang semisalnya.
2)  Menurut istilah
Yaitu hadits yang dibuang dari awal sanad seorang rawi atau lebih secara berurutan.

b. Contohnya
Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Ibnu Majisyun dari Abdullah Al Fadl dari Abu hurairah secara marfu’ : “Janganlah kalian membanding-bandingkan (untuk melebihkan) diantara para nabi”.
c. Bentuk-bentuknya
1)  Jika semua sanadnya dibuang
2)  Jika semua sanadnya dibuang kecuali hanya sahabat.
3)  Jika semua sanadnya dibuang kecuali hanya sahabat dan tabi’in.
4)  Jika orang yang menceritakan hadits itu saja yang dibuang.

d. Hukumnya
Ini termasuk diantara hadits yang ditolak karena sanadnya tidak bersambung dan karena ketidak tahuan terhadap keadaan rawi yang dibuang dari sanad itu. Tetapi kadang-kdang hadits itu dapat diterima jika memiliki jalur-jalur periwayatan yang lain yang di dalamnya dia menyebutkan rawi yang dibuang itu dan dia adalah seorang yang tsiqoh atau seseorang yang sangat jujur.

e. Hadits-hadits mu’allaq dalam shohih Bukhari
1)  Jumlahnya adalah 1341 hadits
2)  Macam-macamnya
·         Hadits yang mu’llaq yang disambungkan pada tempat yang lain.
·         Yang hanya ditemukan secara mu’allaq saja dan tidak disambungkan pada tempat yang lain di dalam kitabnya. Kadang-kdang dia menyebutkannya dengan bentuk tegas dan kadang-kadang dengan bentuk menyatakan kelemahannya (tamridl).
i.         Jika disebutkan dengan kalimat yang tegas, maka dapat disimpulkan bahwa hadits itu adalah shahih sesuai dengan syaratnya atau shahih sesuai dengan syarat orang lain atau hasan.
ii.       Jika disebutkan dalam bentuk tamridl, maka dapat disimpulkan bahwa hadits itu adalah shahih sesuai dengan syaratnya atau shahih sesuai dengan syarat orang lain atau hasan atau dla’if.

f. Hadits-hadits mu’allaq dalam shohih Muslim
Jumlahnya hanya dua belas saja.
 B.     KETERPUTUSAN YANG SAMAR
Bagian ini ada dua macam, yaitu :
   À      Mudallas
a.Definisinya
1) Menurut bahasa
Merupakan bentuk  isim maf’ul dari kata تَدْلِيْس . Dikatakan : دَلَّسَ يُدَلِّسُ تَدْلِيْسًا فَهُوَ مُدَلِّسٌ وَمُدَلَّسٌ  maknanya adalah menyembunyikan aib barang dagangan dari padangan pembeli. Adakr katanya diambil dari kata الدَّلْسً  yaitu bercampurnya kegelapan. Dan التَّدَلُّسُ  maknanya adalah menyembuyikan.
2) Menurut istilah ada dua macam pengetian, yaitu :
a) Tadlis sanad
i.  Definisinya
                        Yaitu jika seorang rawi meriwayatkan dari seseorang yang dia pernah betemu dengannya yang tidak pernah mendegarkan langsung darinya, untuk mngisyaratkan seolah-olah dia mendengar darinya.

ii.     Hukum riwayat dari orang yang dikenal dengan tadlis ini
Para ulama berselisih menjadi lima buah pendapat :
·         Menolaknya secara mutlak, baik mereka itu menjelaskan mendengar darinya atau tidak menjelaskan. Ini adalah pendapat beberapa ulama Madzhab Maliki.
·         Menerimanya secara mutlak, baik mereka menjelaskan mendengarkannya darinya atau tidak menjelaskanya. Pendapat ini diceritakan oleh Al Khothib di dalam Kitab Al Kifayah dari beberapa ulama. 
iii.   Para rawi yang dikenal melakukan tadlis seperti ini
Jumlah mereka adalah banyak, seperti Muhammad bin Ishaq, Ibnu Juraij, Qotadah dan lain-lain.

b) Tadlis Syuyukh (para guru)
  Definisinya
            Yaitu jika seorang rawi meriwayatkan sebuah hadits dari seorang guru (syeikh), kemudian dia menyebutkan namanya, atau kunyah atau nisbatnya atau menyebutkan sifatnya dengan sifat yang tidak dikenal agar dia tidak diketahui.
2. Mursal Khofi (yang samar)
a. Definisinya
Yaitu keterputusan dimanapun tempatnya antara dua orang rawi yang satu generasi yang tidak pernah bertemu.

b. Contohnya
Hadits yang diriwayatkan oleh Al Awwam bin Huwaisyib dari Abdullah bin Abi Aufa bahwa dia berkata : “jika Bilal berkata : “Qad qomatish sholah”, maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bangkit dan bertakbir”. Al Awwam ini tidak pernah bertemu dengan Ibnu Abi Aufa.
c. Hukumnya
Ini termasuk hadits yang ditolak karena sanadnya tidak bersambung
d.Kitab yang disusun tentangnya
At tafshil li mubhamil marasil karya Al Khothib.

Hadits yang ditolak karena adanya cela pada kedlabitan (kekuatan hafalan) para perawi ada , yaitu hadits munkar, mu’allal, mudraj, maqlub, yang ditambahkan pada sanad yang bersambung, mudlthorib, mushohhaf dan muharrof, syadz, dan mukhtalath. Berikut ini adalah penjelasan masing-masingnya.
  Ñ MUNKAR
1.  definisinya
a.    Menurut bahasa
Merupakan bentuk isim maf’ul dari إنْكَار  (pemungkiran) yang merupakan lawan إقْرَار  (pengakuan).

b. Menurut istilah
Ada dua buah pendapat :
1)  Yaitu hadits yang rawinya hanya sendirian meriwayatkannya
2)  Orang yang dla’if meriwayatkan hadits yang bertentangan dengan orang yang tsiqoh. Inilah istilah yang kemudian ditetapkan.

2.  syarat-syaratnya
a. jika rawi itu hanya sendirian meriwayatkan hadits itu
b. bertentangan dengan orang-orang yang tsiqoh.

3. contohnya
Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari jalur Usamah bin Zaid Al Madani dari Ibnu Syihab dari Abu Salamah bin Abdurrahman bin Auf dari bapaknya secara marfu’ : “Orang yang berpuasa pada Bulan Ramadlan pada waktu bepergian itu sama dengan orang yang berbuka pada dia mukim”. Hadits ini adalah munkar. Karena Usamah bin Zaid meriwayatkannya secara marfu’. Maka dia bertentangan dengan seseorang yang tsiqoh, yaitu Ibnu Abi Dzu’aib yang meriwayatkannya secara mauquf kepada Abdurrahman bin Auf.

  Ñ MU’ALLAL
1. definisinya
a.  menurut bahasa
Yaitu bentuk isim maf’ul dari : أعَلَّ يُعِلُّ إعْلالاً فَهُوَ مُعَلٌّ . Dan kata illat maknanya adalah penyakit. Dikatakan : عَلّ يَعِلُّ   dan اْعْتَلَّ  maknanya adalah sakit. فَهُوَ مُعَلٌّ maknanya dia dinyatakan sakit.

b.menurut istilah
yaitu sebuah hadits yang di dalamnya ada suatu cacat yang mengurangi keshahihannya walaupun kelihatannya terbebas dari cela itu.

c.illat menurut istilah
suatu ungkapan untuk menunjukkan sebab-sebab yang samar yang pelik yang terjadi pada sebuah hadits yang mengurangi keshahihannya wlaupun ketihatannya trebebas darinya.

2.  letak illat
illat itu dapat terjadi pada sanad dan pada matan hadits. Tetapi terjadinya di sanad adalah lebih banyak.

3.contohnya
Hadits Musa bin Uqbah dari Abdullah bin Dinar dari Ibnu Umar secara marfu’ : “Sesungguhnya Alah telah menghilangkan pakaian jahiliyah dari kalian”. Rawi hadits ini salah dalam memberikan nama Musa bin Uqbah. Tetapi sebenarnya adalah Musa bin Ubaidah. Ibnu Uqbah adalah tsiqoh dan Ibnu Ubaidah adalah dla’if.
4. bagaimanakah illat itu diketahui
Illat itu diketahui dengan cara mengumpulkan jalur-jalur periwayatan hadits dan melakukan penelitian terhadap perbedaan-perbedaan para rawi dan menyelidikan kedudukan hafalan mereka serta sejauh mana penguasaan mereka dan kedlabithan mereka.

5. kitab-kitab yang disusun tentang hal ini.
a. Al ‘ilal wa ma’rifatur rijal karya Imam Ahmad
b. Az Zuhar Al Muthawwal fil hadits al mu’allal karya Ibnu Hajar
c. ‘ilalul hadits karya Ibnu Abi Hatim
d. Al ‘ilal karya Ad Daruquthni. 

B.     DITOLAK KARENA CELA PADA PERAWI
1.      Banyak salah dan lalai (munkar)
2.      Wahm (ada illatnya)
3.      berlawanan dengan orang-orang yang tsiqot
·         merubah konteks (Mudraj sanad)
·         mencampur yang mauquf dengan yang marfu’ (mudraj matan)
·         mendahulukan atau mengakhirkan (maqlub)
·         menambah seorang rawi dalam sanad (hadits yang ditambah dalam sanad yang bersambung)
·         mengganti seorang rawi dengan rawi yang lain (mudlthorib)
·         merubah harakat huruf (muharraf).
·         Merubah titik huruf (mushohhaf)

4.       jelek hafalannya
·         senantiasa demikian (syadz)
·         karena sesuatu yang baru (ikhtilath)

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pada pembahasan ini kita telah mempelajari macam-macam hadits ditinjau dari sisi diterima (maqbul) dan ditolaknya (mardud). Pembahasan tentang permasalahan ini adalah merupakan inti dari kajian tentang hadits dan di sinilah kadang-kadang para ulama berbeda pendapat tentangnya, baik yang meliputi standar matan maupunstandar rawinya. Sangat salah persangkaan para peneliti modern yang mengatakan bahwa ulama-ulama Islam hanya melakukan kritik hadits dari sisi para perawinya saja. Tetapi para ulama terdahulu benar-benar melakukan studi kritis terhadap hadits, baik dari sisi matan maupun perawinya.

3.2 Saran
Dalam pembahasan makalah ini kami menyajikan pokok permasalahan dengan tingkat kemampuan kami. Sehingga mungkin makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kami mohon maaf apabila masih banyak terdapat kekurangan dalam makalah ini. Kami menerima kritik dan saran yang masuk dari anda semua demi penyempurnaan makalah ini. Terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA
http://imamuna.wordpress.com/2009/04/14/hadits-ditolak-karena-cela-pada-kedlabitan-perawi/#more-1161



1 Komentar

Lebih baru Lebih lama