KUFUR, DZALIM, RIDDAH, dan NIFAQ

 [A]. Definisi Kufur

kufur secara bahasa berarti menutupi. Sedangkan menurut syara’ kufur adalah tidak beriman kepada Allah dan Rasulnya, baik dengan mendustakannya atau tidak mendustakannya.

 

[B]. Jenis Kufur
Kufur ada dua jenis : Kufur Besar dan Kufur Kecil

 

·                     Kufur Besar
Kufur besar bisa mengeluarkan seseorang dari agama Islam. Kufur besar ada lima macam

[1]. Kufur Karena Mendustakan
Dalilnya adalah firman Allah.

‘Artinya : Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang-orang yang mengada-adakan dusta terhadap Allah atau mendustakan kebenaran tatkala yang hak itu datang kepadanya ? Bukankah dalam Neraka Jahannam itu ada tempat bagi orang-orang yang kafir ?” [Al-Ankabut : 68]

[2]. Kufur Karena Enggan dan Sombong, Padahal Membenarkan.
Dalilnya firman Allah.

“Artinya : Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para Malaikat, ‘Tunduklah kamu kepada Adam’. Lalu mereka tunduk kecuali iblis, ia enggan dan congkak dan adalah ia termasuk orang-orang kafir” [Al-Baqarah : 34]

[3]. Kufur Karena Ragu
Dalilnya adalah firman Allah.

“Artinya : Dan ia memasuki kebunnya, sedang ia aniaya terhadap dirinya sendiri ; ia berkata, “Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya, dan aku tidak mengira Hari Kiamat itu akan datang, dan jika sekiranya aku dikembalikan kepada Rabbku, niscaya akan kudapati tempat kembali yang baik” Temannya (yang mukmin) berkata kepadanya, ‘Apakah engkau kafir kepada (Rabb) yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes air mani, kemudian Dia menjadikan kamu seorang laki-laki ? Tapi aku (percaya bahwa) Dialah Allah Rabbku dan aku tidak menyekutukanNya dengan sesuatu pun” [Al-Kahfi : 35-38]

[4]. Kufur Karena Berpaling
Dalilnya adalah firman Allah.

“Artinya : Dan orang-orang itu berpaling dari peringatan yang disampaikan kepada mereka” [Al-Ahqaf : 3]

[5]. Kufur Karena Nifaq
Dalilnya adalah firman Allah

“Artinya : Yang demikian itu adalah karena mereka beriman (secara) lahirnya lalu kafir (secara batinnya), kemudian hati mereka dikunci mati, karena itu mereka tidak dapat mengerti” [Al-Munafiqun : 3]

 

·                     Kufur Kecil
Kufur kecil yaitu kufur yang tidak menjadikan pelakunya keluar dari agama Islam, dan ia adalah kufur amali. Kufur amali ialah dosa-dosa yang disebutkan di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai dosa-dosa kufur, tetapi tidak mencapai derajat kufur besar. Seperti kufur nikmat, sebagaimana yang disebutkan dalam firmanNya.

“Artinya : Mereka mengetahui nikmat Allah, kemudian mereka mengingkari dan kebanyakan mereka adalah orang-orang kafir” [An-Nahl : 83]

Termasuk juga membunuh orang muslim, sebagaimana yang disebutkan dalam sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Mencaci orang muslim adalah suatu kefasikan dan membunuhnya adalah suatu kekufuran” [Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim]

Dan sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Janganlah kalian sepeninggalku kembali lagi menjadi orang-orang kafir, sebagian kalian memenggel leher sebagian yang lain” [Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim]

Termasuk juga bersumpah dengan nama selain Allah. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Barangsiapa bersumpah dengan nama selain Allah, maka ia telah berbuat kufur atau syirik” [At-Tirmidzi dan dihasankannya, serta dishahihkan oleh Al-Hakim]

Yang demikian itu karena Allah tetap menjadikan para pelaku dosa sebagai orang-orang mukmin. Allah berfirman.

“Artinya : Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash berkenan dengan orang-orang yang dibunuh” [Al-Baqarah : 178]

Allah tidak mengeluarkan orang yang membunuh dari golongan orang-orang beriman, bahkan menjadikannya sebagai saudara bagi wali yang (berhak melakukan) qishash[1].

Allah berfirman

“Artinya : Maka barangsiapa mendapat suatu pemaafan dari saudarnya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma’af) membayar (diat) kepada yangmemberi maaf dengan cara yang baik (pula)” Al-Baqarah : 178]

Yang dimaksud dengan saudara dalam ayat di atas –tanpa diargukan lagi- adalah saudara seagama, berdasarkan firman Allah.

“Artinya : Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain, maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali, kepada perintah Allah, jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang berlaku adil. Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat” [Al-Hujurat : 9-10] [2]

 

[C] Kesimpulan Perbedaan Antara Kufur Besar Dan Kufur Kecil

[1]. Kufur besar mengeluarkan pelakunya dari agama Islam dan menghapuskan (pahala) amalnya, sedangkan kufur kecil tidak menjadikan pelakunya keluar dari agama Islam, juga tidak menghapuskan (pahala)nya sesuai dengan kadar kekufurannya, dan pelakunya tetap dihadapkan dengan ancaman.

[2]. Kufur besar menjadikan pelakunya kekal dalam neraka, sedankan kufur kecil, jika pelakunya masuk neraka maka ia tidak kekal di dalamnya, dan bisa saja Allah memberikan ampunan kepada pelakunya, sehingga ia tiada masuk neraka sama sekali.

[3]. Kufur besar menjadikan halal darah dan harta pelakunya, sedangkan kufur kecil tidak demikian.

[4]. Kufur besar mengharuskan adanya permusuhan yang sesungguhnya, antara pelakunya dengan orang-orang mukmin. Orang-orang mukmin tidak boleh mencintai dan setia kepadanya, betapun ia adalah keluarga terdekat. Adapun kufur kecil, maka ia tidak melarang secara mutlak adanya kesetiaan, tetapi pelakunya dicintai dan diberi kesetiaan sesuai dengan kadar keimananny, dan dibenci serta dimusuhi sesuai dengan kemaksiatannya.

Hal yang sama juga dikatakan dalam perbedaan antara pelaku syirik besar dan syirik kecil

Referensi Kufur

 

[D]. Zalim

Secara bahasa kata zalim berasal dari bahasa Arab, dengan huruf “dho la ma” (ظ ل م ) yang bermaksud gelap. Di dalam al-Qur’an menggunakan kata zhulm selain itu juga digunakan kata baghy, yang artinya juga sama dengan zalim yaitu melanggar haq orang lain. Namun demikian pengertian zalim lebih luas maknanya ketimbang baghyu, tergantung kalimat yang disandarkannya. Kezaliman itu memiliki berbagai bentuk di antaranya adalah syirik.

Kata zalim bisa juga digunakan untuk melambangkan sifat kejam, bengis, tidak berperikemanusiaan, suka melihat orang dalam penderitaan dan kesengsaraan, melakukan kemungkaran, penganiayaan, kemusnahan harta benda, ketidak adilan dan banyak lagi pengertian yang dapat diambil dari sifat zalim tersebut, yang mana pada dasarnya sifat ini merupakan sifat yang keji dan hina, dan sangat bertentangan dengan akhlak dan fitrah manusia, yang seharusnya menggunakan akal untuk melakukan kebaikan. (diambil dari Wikipedia)

Selanjutnya dibeberapa Hadits disebutkan,

1. Dalam hadits shahih yang diriwayatkan oleh Ibnu Sirin, Rasulullah SAW pernah mengatakan bahwa, "Diantara bentuk kezaliman seseorang terhadap saudaranya adalah apabila ia menyebutkan keburukan yang ia ketahui dari saudaranya dan menyembunyikan kebaikan-kebaikannya." (Hadits shahih riwayat Ibnu Sirin.)

2. Dari kisah Abu Dzar Al-Ghifari dari Rasulullah SAW sebagaimana ia mendapat wahyu dari Allah bahwa Allah berfirman: "Wahai hambaku, sesungguhya aku telah mengharamkan kezaliman atas diri-Ku dan Aku telah menetapkan haramnya (kezaliman itu) diantara kalian, maka janganlah kalian saling berlaku zalim." (Hadits riwayat Imam Muslim No.24 dalam buku Arba'in An Nawawi)

3. Dalam hadits lain Rasulullah SAW bersabda, "Takutlah kalian akan kezhaliman karena kezhaliman adalah kegelapan pada hari Kiamat" (Hadits diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Jabir bin Abdullah.)

 

Tiga Kategori Utama

1. Zalim dalam kaitannya hubungan kepada Allah, dalam hal ini Syirik. Ini adalah suatu dosa yang tidak diampuni oleh Allah SWT

2. Zalim terhadap diri sendiri, masih bisa diampuni oleh Allah SWT, bila orang itu bertobat.

3. Zalim terhadap sesama manusia, akan dimintakan pertanggung jawaban di akherat kelak sesuai tuntutan orang yang dizaliminya, tuntutan itu bisa dihindarkan seandainya orang yang menzalimi telah meminta maaf dan di maafkan secara ikhlas oleh orang yang dizalimi.

 

Contoh contoh :

1. Zalim dalam hubungannya terhadap Allah SWT (perbuatan ini termasuk dalam dosaSyirik, merupakan dosa yang tidak diampuni oleh Allah SWT) Masuk dalam kategori ini adalah segala sesuatu yang bersifat tidak mengEsakan Allah, misalnya,

a. Mengambil Tuhan lain selain Allah, misalnya Menyembah Patung, Menyembah Dewa, Menyembah Manusia yang dianggap sebagai Tuhan, yang ringkasnya menyembah kepada selain Allah.

b.  Menganggap Allah mempunyai Ibu dan Bapak seperti Mahluk lainnya

c. Menyerupakan Allah seperti manusia

Selain yang disebutkan diatas beberapa hal dibawah ini juga dapat di kategorikan sifat Syirik walupun dalam tingkatan yang lebih rendah,

e. Mempercayai perkataan peramal.

f. dan lain - lain.

 

2. Zalim terhadap diri sendiri, masuk dalam kategori ini adalah segala sesuatu yang keluar dari tuntunan Al Qur'an dan Hadit's, misalnya,

a. Bunuh diri, ini kategori Zalim terhadap diri sendiri dan orang lain yang InsyaAllah tidak dapat diampuni, dikarenakan tidak mempunyai kesempatan untuk bertobat lagi.

b. Homoseksual, perilaku ini jelas jelas sangat dibenci oleh Allah, karena melawan kodrat yang telah ditetapkan, hal ini tercermin dalam kisah Sodom pada jaman Nabi Luth As.

c. Berlebihan dalam segala sesuatu, misalnya makan berlebihan, belanja berlebihan dan menyia nyiakan harta. yang intinya adalah menuruti Hawa Nafsu untuk kesenangan diri sendiri

d. Minum minuman keras, Narkoba, merokok (bila dilakukan sendiri maka hanya termasuk Zalim terhadap diri sendiri, bila merokok dilakukan dikeramaian maka selain men Zalimi diri sendiri, ia juga men Zalimi orang lain yang terkena asap rokoknya itu. )

e. dan masih banyak lagi.

 

3. Zalim terhadap orang lain, masuk dalam kategori ini adalah segala sesuatu yang merugikan orang lain atau membuat orang lain tidak nyaman, atau membuat orang lain menerima akibat yang buruk, atau mengambil Hak orang lain, misalnya,

a. Mengobarkan Peperangan, Membunuh, merampok, mencuri, mencopet, memfitnah, berbohong, sumpah palsu, menipu, mengejek,  Gibah (membicarakan kejelekan orang lain) dll

b. Merusak Lingkungan

c. Merokok dikeramaian

d. Mengambil hak Jalan,

e. dan masih banyak lagi.

Wallahu a''lam bishshawab

 

Sungguh Zalim berawal dari Kebodohan terutama kebodohan hati serta Ketidakperdulian, Semoga kita tidak termasuk orang yang Zalim, demikian semoga bermanfaat. Segala hal yang baik datangnya dari Allah, dan bila ada yang buruk datangnya dari saya pribadi, semoga Allah berkenan mengampuni dosa - dosa kita semua, Amin.

 

Referensi Zalim

http://www.scalamedia.net/artikel/obrolan-siang/385-zalim.html

 

 

[E].Riddah ( Murtad )

Riddah  (murtad)  adalah:  kembali  dari  diin  Islam kepada  kekafiran  atau  memutuskan  Islam  dengan

kekafiran. Allah ta’aalaa berfirman: 

“Dan barangsiapa diantara kalian yang murtad dari diinnya lalu diamati dalam keadaan kafir maka amalan-amalan mereka sia-sia di dunia dan akherat. Dan mereka adalah penghuni naar (neraka) mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al Baqoroh: 217).

Sedangkan  al murtad  adalah  orang  yang  kafir setelah  dia  Islam  baik  dengan  ucapan  atau  dengan perbuatan  atau  dengan  keyakinan  atau  dengan keraguan. Dan  definisi-definisi  dari  empat  madzhab  dan lainnya  tentang  riddah  dan  murtad  semuanya  berkisar pada  arti  di  atas.  Hal  ini  karena kekafiran  itu  kadang terjadi karena perbuatan lisan (yaitu ucapan) atau karena perbuatan  anggota  badan  (yaitu  perbuatan)  atau perbuatan  hati  (yaitu  keyakinan  atau  keraguan).  (Lihat Kasysyaaful  Qonnaa’,  karangan  Syaikh Manshuur  Al Bahuutiy VI/167-168). Dan Abu Bakar Al Hishniy Asy Syaafi’iy  dalam  buku  Kifaayatul  Akhyaar  berkata: “Definisi  riddah  menurut  syar’iy  adalah  kembali  dari Islam kepada kekafiran dan memutuskan  Islam. Hal  itu terjadi  kadang  dengan  lisan  kadang  dengan  perbuatan dan kadang dengan keyakinan.

Dan  3  macam  tersebut  masing-masing  terdapat permasalahan  yang  hampir-hampir  tidak  terbatas.”

(Kifaayatul  Akhyaar  II/123).  Dan  Syaikh  Hamad  bin ‘Atiiq  An  Najdiy  rh  (wafat  th.  1301) mengatakan: “Bahwa  sesungguhnya  para  ulama  sunnah  dan  hadits mereka mengatakan bahwa sesungguhnya Al Murtad itu adalah  orang  yang  kafir  setelah  dia  Islam  baik  dengan ucapan  atau  perbuatan  atau  keyakinan.  Mereka menetapkan bahwa orang yang mengucapkan kata-kata

kekafiran  dia  kafir  meskipun  dia  tidak  meyakini  kata-kata  tersebut dan  tidak pula melakukannya  apabila  dia tidak  mukroh  (dipaksa).  Dan  begitu  pula  apabila  dia melakukan perbuatan kufur dia kafir meskipun dia tidak meyakininya  dan  tidak  pula  mengucapkannya.  Dan demikian  pula  apabila  dadanya  lapang  terhadap kekafiran  artinya  dia  membuka  dan  melebarkan dadanya,  meskipun  dia  tidak  mengucapkannya  dan tidak  pula  melakukannya.  Dan  ini  dikenal  secara  jelas dari  buku-buku  mereka.  Dan  barangsiapa  bergelut dengan  ilmu  pasti  dia  telah  mendengar  sebagiannya.“ (Ad  Difaa’  ‘An  Ahlis  Sunnah  Wal  Ittibaa’  karangan Syaikh Hamad bin  ‘Atiiq  cet. Daarul Qur-aanul kariim 1400 H hal. 30).

Lalu  para  ‘ulama membatasi  penyebab  kekafiran pada 3 hal  (ucapan atau perbuatan atau keyakinan) dan sebagian  menambahnya  (atau  keraguan)  hal  ini  untuk membedakan  antara  keraguan  dan  keyakinan  padahal keduanya  termasuk  perbuatan  hati  akan  tetapi keyakinan  adalah  sesuatu  yang  menancap  kuat sedangkan  keraguan  adalah  sesuatu  yang  tidak menancap dengan kuat. Karena sesuatu yang diragukan itu  sama  posisinya  dengan  kebalikannya.  Maka barangsiapa  kedustaannya  terhadap  Rosul  menancap kuat  dalam  hatinya  berarti  kufru  i’tiqood  (kafir  karena keyakinan)  dan  barangsiapa  yang  ragu  antara mempercayai  dan mendustakan  Rosul maka  ini  berarti kufru  syakk  (kafir  karena  keraguan).  Allah  Ta’aalaa berfirman :

 

ﻥﻭﺩﺩﺮﺘﻳﻢﻬﺒﻳﺭﻢﻬﻓﻢﻮﻠﻗﺖﺑﺎﺗﺭﺍﻭ

Dan hati mereka ragu maka mereka terombang-ambing dalam keraguan mereka. (QS. At Taubah: 45).

Dan  Di  Sini  Ada  Sebuah  Peringatan  Penting:

yaitu bahwasanya definisi murtad di atas adalah definisi murtad yang sebenarnya. Adapun hukum di dunia yang ditetapikan  berdasarkan  yang  dhohir,  seseorang  tidak divonis  kafir  kecuali  mengucapkan  ucapan  kufur  atau melakukan  perbuatan  kufur.  Karena  ucapan  dan perbuatan  itulah   yang nampak pada manusia. Adapun keyakinan  atau  keraguan  tempatnya  adalah  hati sehingga  tidak  bisa menjatuhkan  hukum  di  dunia berdasarkan  keduanya,  selama  apa  yang  di  dalam  hati tersebut  tidak  dinampakkan  dalam  ucapan  atau perbuatannya.  Karena  Rosul  SAW  bersabda  –  dalam

hadits shohih:

ﺱﺎﻨﻟﺍﺏﻮﻠﻗﻦﻋﺐﻘﻧﺃﻥﺃﺮﻣﻭﺃ

Sesungguhnya aku tidak disuruh untuk membelah hati manusia. (Hadits).

 

Dan di dalam hadits shohih juga disebutkan bahwa Nabi SAW bersabda kepada Usaamah:

ﻘﻘﺷﻼﻓﺃ ﻪﺒﻠﻗﻦﻋﺖ

 

Kenapa tidak kamu belah saja hatinya. (Hadits).

Maka barang siapa melakukan kekafiran dengan hatinya (dengan  keyakinan  atau  keraguan)  dan  tidak  dia nampakkan dengan ucapan atau perbuatannya, maka  ia muslim  menurut  hukum  di  dunia  akan  tetapi  pada hakekatnya dia kafir di  sisi Alloh dan dia  adalah orang munafiq  dengan  nifaq  akbar  (kemunafiqan  besar)  yang menyembunyikan kekafirannya.  Ibnul Qoyyim berkata:

“Dan  hukum-hukum  tersebut  tidak  dibuktikan  hanya berdasarkan apa yang berada dalam hati tanpa ada dasar dari  perbuatan  atau  perkataan…”(A’laamul Muwaqqi’iin III/117).  Dalam  hal  ini  tidak  ada perselisihan  tentang  hukum  di  dunia yang  dibuktikan berdasarkan yang dhohir.

Dalam  hal  ini  Imam  Ath  Thohaawiy  rh mengatakan  dalam  Al  Aqidah  Ath  Thohaawiyyah

tentang  ahlul  qiblah  (orang  Islam):  “Kami  tidak memberikan kesaksian tentang mereka dengan kekafiran atau  kesyirikan  atau  kemunafiqan  selama mereka  tidak menampakkannya, dan  kami menyerahkan hati mereka kepada Alloh.” Pensyarahnya mengatakan: “Karena kita diperintahkan  untuk  menetapkan  hukum  berdasarkan yang  dhohir,  dan  kita  dilarang  untuk  mengikuti prasangka  dan  apa-apa  yang  kita  tidak  mengetahui ilmunya” (Syarhul ‘Aqiidah Ath Thohaawiyyah hal 427 cetakan Al Maktab Al Islaamiy 1403 H ). Kesimpulannya  :  sesungguhnya  menetapkan hukum murtad  — di dunia  —  itu hanyalah berdasakan ucapan  mukaffir  (orang  yang  menyebabkan  kafir)  atau

perbuatan mukaffir.

Ibnu  Taimiyyah  rh  berkata:  “Orang  murtad  itu adalah  orang  yang  membatalkan  Islam  yang  berupa

perkataan  atau  perbuatan  yang  tidak  mungkin berkumpul dengan Islam” (Ash Shoorimul Masluul hal.

459)  Ibnu Taimiyyah  juga berkata: “Intinya orang yang mengucapkan  atau  melakukan  kekafiran  ia  telah  kafir, meskipun  dia  tidak  bermaksud  untuk  kafir,  karena  tak ada  yang  bermaksud  untuk  kafir  kecuali  orang dikehendaki Alloh  saja.”  (Ash  Shoorimul Masluul  hal. 177-178).

Referensi Riddah

http://gloryislam.wordpress.com/2011/08/13/definisi-riddah-murtad/

 

[F] Nifaq ( orang yang munafik )

 

A. Defenisi Nifaq
[1] Nifaq (
اَلنِّفَاقُ) berasal dari kata نَافَقَ-يُنَافِقُ-نِفَاقاً ومُنَافَقَةً yang diambil dari kata النَّافِقَاءُ (naafiqaa’). Nifaq secara bahasa (etimologi) berarti salah satu lubang tempat keluarnya yarbu’ (hewan sejenis tikus) dari sarangnya, di mana jika ia dicari dari lobang yang satu, maka ia akan keluar dari lobang yang lain. Dikatakan pula, ia berasal dari kata النَّفَقُ (nafaq) yaitu lobang tempat bersembunyi.

[2] Nifaq menurut syara’ (terminologi) berarti menampakkan keislaman dan kebaikan tetapi menyembunyikan kekufuran dan kejahatan. Dinamakan demikian karena dia masuk pada syari’at dari satu pintu dan keluar dari pintu yang lain. Karena itu Allah memperingatkan dengan firman-Nya:

إِنَّ الْمُنَافِقِينَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
Sesungguhnya orang-orang munafiq itu mereka adalah orang-orang yang fasiq.” [At-Taubah:67]
Yaitu mereka adalah orang-orang yang keluar dari syari’at. Menurut al-Hafizh Ibnu Katsir mereka adalah orang-orang yang keluar dari jalan kebenaran masuk ke jalan kesesatan.

 

[3]Allah menjadikan orang-orang munafiq lebih jelek dari orang-orang kafir. Allah berfirman:

إِنَّ الْمُنَافِقِينَ فِي الدَّرْكِ الْأَسْفَلِ مِنَ النَّارِ وَلَن تَجِدَ لَهُمْ نَصِيرًا

Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari Neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolong pun bagi mereka.” [An-Nisaa’:145]
Allah Azza wa Jalla berfirman:


إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ

Sesungguhnya orang-orang munafiq itu menipu Allah dan Allah akan membalas tipuan mereka...” [An-Nisaa’: 142]

B. Jenis Nifaq
Nifaq ada dua jenis:
1. Nifaq I’tiqadi (Keyakinan)
Yaitu nifaq besar, di mana pelakunya menampakkan keislaman, tetapi menyembunyikan kekufuran. Jenis nifaq ini menjadikan pelakunya keluar dari agama dan dia berada di dalam kerak Neraka. Allah menyifati para pelaku nifaq ini dengan berbagai kejahatan, seperti kekufuran, ketiadaan iman, mengolok-olok dan mencaci agama dan pemeluknya serta kecenderungan kepada musuh-musuh untuk bergabung dengan mereka dalam memusuhi Islam. Orang-orang munafiq jenis ini senantiasa ada pada setiap zaman. Lebih-lebih ketika tampak kekuatan Islam dan mereka tidak mampu membendungnya secara lahiriyah. Dalam keadaan seperti itu, mereka masuk ke dalam agama Islam untuk melakukan tipu daya terhadap agama dan pemeluknya secara sembunyi-sembunyi, juga agar mereka bisa hidup bersama ummat Islam dan merasa tenang dalam hal jiwa dan harta benda mereka. Karena itu, seorang munafiq menampakkan keimanannya kepada Allah, Malaikat-Malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya dan Hari Akhir, tetapi dalam batinnya mereka berlepas diri dari semua itu dan mendustakannya. Nifaq jenis ini ada empat macam, yaitu:

Pertama : Mendustakan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam atau mendustakan sebagian dari apa yang beliau bawa.
Kedua : Membenci Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam atau membenci sebagian apa yang beliau bawa.
Ketiga : Merasa gembira dengan kemunduran agama Islam.
Keempat : Tidak senang dengan kemenangan Islam.

2. Nifaq ‘Amali (Perbuatan).
Yaitu melakukan sesuatu yang merupakan perbuatan orang-orang munafiq, tetapi masih tetap ada iman di dalam hati. Nifaq jenis ini tidak mengeluarkannya dari agama, tetapi merupakan wasilah (perantara) kepada yang demikian. Pelakunya berada dalam iman dan nifaq. Lalu jika perbuatan nifaqnya banyak, maka akan bisa menjadi sebab terjerumusnya dia ke dalam nifaq sesungguhnya, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam:

أَرْبَعٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ كَانَ مُنَافِقاً خَالِصًا، وَمَنْ كَانَتْ فِيْهِ خَصْلَةٌ مِنْهُنَّ كَانَتْ فِيْهِ خَصْلَةٌ مِنَ النِّفَاقِ حَتَّى يَدَعَهَا، إِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ، وَإِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ، وَإِذَا خَاصَمَ فَجَرَ.

“Ada empat hal yang jika terdapat pada diri seseorang, maka ia menjadi seorang munafiq sejati, dan jika terdapat padanya salah satu dari sifat tersebut, maka ia memiliki satu karakter kemunafikan hingga ia meninggalkannya: 1) jika dipercaya ia berkhianat, 2) jika berbicara ia berdusta, 3) jika berjanji ia memungkiri, dan 4) jika bertengkar ia melewati batas.”

”Terkadang pada diri seorang hamba terkumpul kebiasaan-kebiasaan baik dan kebiasaan-kebiasaan buruk, perbuatan iman dan perbuatan kufur dan nifaq. Karena itu, ia mendapatkan pahala dan siksa sesuai konsekuensi dari apa yang ia lakukan, seperti malas dalam melakukan shalat berjama’ah di masjid. Ini adalah di antara sifat orang-orang munafik. Sifat nifaq adalah sesuatu yang buruk dan sangat berbahaya, sehingga para Sahabat Radhiyallahu anhum begitu sangat takutnya kalau-kalau dirinya terjerumus ke dalam nifaq. Ibnu Abi Mulaikah rahimahullah berkata: “Aku bertemu dengan 30 Sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, mereka semua takut kalau-kalau ada nifaq dalam dirinya.

C. Perbedaan antara Nifaq Besar dengan Nifaq Kecil
1. Nifaq besar mengeluarkan pelakunya dari agama, sedangkan nifaq kecil tidak mengeluarkannya dari agama.

2. Nifaq besar adalah berbedanya yang lahir dengan yang batin dalam hal keyakinan, sedangkan nifaq kecil adalah berbedanya yang lahir dengan yang batin dalam hal perbuatan bukan dalam hal keyakinan.

3. Nifaq besar tidak terjadi dari seorang Mukmin, sedangkan nifaq kecil bisa terjadi dari seorang Mukmin.

4. Pada umumnya, pelaku nifaq besar tidak bertaubat, seandainya pun bertaubat, maka ada perbedaan pendapat tentang diterimanya taubatnya di hadapan hakim. Lain halnya dengan nifaq kecil, pelakunya terkadang bertaubat kepada Allah, sehingga Allah menerima taubatnya.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

صُمٌّ بُكْمٌ عُمْيٌ فَهُمْ لَا يَرْجِعُونَ

Mereka tuli, bisu dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar).” [Al-Baqarah: 18]

Juga firman-Nya:

أَوَلَا يَرَوْنَ أَنَّهُمْ يُفْتَنُونَ فِي كُلِّ عَامٍ مَّرَّةً أَوْ مَرَّتَيْنِ ثُمَّ لَا يَتُوبُونَ وَلَا هُمْ يَذَّكَّرُونَ

Dan tidakkah mereka (orang-orang munafik) memperhatikan bahwa mereka diuji sekali atau dua kali setiap tahun, kemudian mereka tidak (juga) bertaubat dan tidak (pula) mengambil pe-lajaran?” [At-Taubah: 126]

Referensi Nifaq

http://almanhaj.or.id/content/3164/slash/0/nifaq-definisi-dan-jenisnya/

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama